Rabu 15 Nov 2017 21:08 WIB

Miniatur Dunia Islam di Alaska

Muslim di Alaska (Ilustrasi)
Foto: THE MUSLIM OBSERVER
Muslim di Alaska (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Di sebuah ruang sewaan di Anchorage, Alaska, Omar Ibn Muhammad berkantor tiap hari. Tepatnya, ia menjadi guru mengaji bagi puluhan pekerja di kawasan itu. Ya, gedung tempat Omar menyewa ruangan itu berada di kawasan industri terpadu. Siang itu, sebelum mengakhiri kelasnya, ia mengingatkan para muridnya untuk datang lebih awal besok.

"Waktu shalat Jumat besok lebih awal dari biasanya," ingatnya.

Sebagian besar murid Omar adalah mualaf. "Sejak tiga tahun lalu, jumlah penganut Islam meningkat 300 persen setiap tahunnya," ujar dia saat diwawancara di Islamic Center yang berada di area Masjid Agung Alaska. Ia mencontohkan membludaknya penganut Islam saat penyelenggaraan shalat Ied pada Idul Fitri tahun lalu.

"Dulu, kami melakukannya di masjid ini yang mampu menampung lima ratus orang," ujarnya.

Namun, masjid tak mampu menampung jamaah lagi di tahun 2007 lalu. "Kami menyewa sebuah hall untuk menyelenggarakan shalat Ied," ujarnya. Dengan begitu, ribuan umat Muslim bisa melakukan shalat dengan khusyuk dan ketertiban pun terjaga.

Ia menggambarkan suasana shalat di hari raya umat Islam itu sebagai ‘dunia mini’. "Orang dari aneka ragam etnis ada di situ; Puerto Rico, Korea, China, warga Alaska, hingga keturunan Afrika - Amerika."

Hari-hari Omar ( sebelumnya adalah karyawan swasta ) kini disibukkan dengan membantu mengorganisasi kegiatan shalat berjamaah dan sekolah Ahad, kelas agama bagi para pemula. Ia berputar di empat masjid yang ada di kota itu.

"Para imam di masjid-masjid juga melakukan hal yang sama seperti saya," ujar pria keturunan India-Burma ini.

Mengapa Omar tergerak untuk menekuni jalan dakwah? Adalah pesan singkat di mesin penjawab teleponnya pada pagi 7 Juni 2005 yang menggerakkannya. "Bom meledak di London. Umat Islam dalam bahaya, karena pasti akan menjadi bulan-bulanan," begitu inti pesannya. Siapa lagi yang akan menjaga citra Islam kalau bukan umat Islam sendiri? Maka Omar pun bergerak dan menghimpun teman-temannya.

Disarikan dari Dialog Jumat Republika

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement