Rabu 08 Nov 2017 17:52 WIB

Soal Porsi Pendidikan Agama, Ini Temuan PPIM....

Rep: novita intan/ Red: Agus Yulianto
Api Dalam Sekam Keberagaman Generasi Z. Direktur Eksekutif Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Jakarta, Saiful Umam memberikan paparan terkait hasil penelitian terkait toleransi dan keberagaman generasi Z di Jakarta, Rabu (8/11).
Foto: Republika/ Wihdan
Api Dalam Sekam Keberagaman Generasi Z. Direktur Eksekutif Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Jakarta, Saiful Umam memberikan paparan terkait hasil penelitian terkait toleransi dan keberagaman generasi Z di Jakarta, Rabu (8/11).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hasil riset Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, menemukan siswa dan mahasiswa merasa bahwa pendidikan agama memiliki porsi yang besar dalam memengaruhi mereka agar tidak bergaul dengan pemeluk agama lain.

Secara rinci, porsi pendidikan agama terhadap pengaruh tidak bergaul dengan pemeluk agama lain, sangat besar 25,77 persen, cukup besar 23,18 persen, sedikit 21,30 persen, sangat sedikit 6,67 persen, dan tidak sama sekali 23,08 persen.

Direktur Eksekutif PPIM UIN Jakarta Saiful Umam mengatakan, model pembelajaran pendidikan agama Islam berpotensi membentuk radikalisme siswa. Sama halnya dengan opini radikal guru dan model pembelajaran agama Islam dari guru, bisa memengaruhi radikalisme siswa.

"Artinya, guru menjadi faktor penting dalam pembentukan seseorang dalam proses menjadi intoleran dan radikal. Hal ini harus menjadi perhatian kita bersama untuk meningkatkan kapasitas dan kemampuan guru dalam pembelajaran," ujarnya saat acara 'Api dalam Sekam Keberagaman Gen Z' di Hotel Le Meridien, Jakarta, Rabu (8/11).

Dalam penelitian ini, target populasi adalah siswa dan guru di tingkat SMA dan mahasiswa dan dosen perguruan tinggi, yang berada di lingkungan Kementerian Agama dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi.

Survei ini dilakukan pada rentang waktu antara 1 September sampai 7 Oktober 2017. Penelitian ini dilakukan di 34 provinsi di Indonesia, di mana untuk setiap provinsi dipilih secara acak 1 kabupaten dan 1 kota.

Jumlah sekolah diambil menggunakan teknik proportional sampling sehingga kabupaten atau kota yang lebih banyak jumlah sekolahnya memiliki jumlah sampel sekolah yang lebih banyak pula. Total jumlah sampel dalam survei ini adalah 2.181 orang, yang terdiri dari 1.522 siswa dan 337 mahasiswa serta 264 guru dan 58 dosen pendidikan Agama Islam.

Penelitian ini menggunakan dua alat ukur untuk mengukur tingkat intoleransi dan radikalisme. Pertama, alat ukur Implicit Association Test (IAT) untuk melihat potensi intoleransi dan radikalisme secara implisit. Kedua, menggunakan kuesioner self report dalam menilai intoleransi dan radikalisme serta faktor-faktor yang mempengaruhi intoleransi dan radikalisme.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement