Selasa 31 Oct 2017 05:21 WIB

Hakikat Orang Bertakwa

Takwa (ilustrasi).
Foto: blog.science.gc.ca
Takwa (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pebincangan para sahabat adalah sebaik-baik perbincangan. Mereka tak memperbincangkan sesuatu kecuali kebaikan. Tak ada diskusi yang sia-sia, melainkan di dalamnya membicarakan amal. Jarang muncul perdebatan tentang sebuah perkara, melainkan banyak percakapan soal amal.

Seperti percakapan indah dua sahabat Umar bin Khattab RA dan Ubay bin Ka'ab ini. Umar yang meriwayatkan atsar ini bertanya kepada Ubay, "Wahai Ubay, apa makna takwa?" Ubay yang ditanya justru balik bertanya. "Wahai Umar, pernahkah engkau berjalan melewati jalan yang penuh duri?"

Umar menjawab, "Tentu saja pernah." "Apa yang engkau lakukan saat itu, wahai Umar?" lanjut Ubay bertanya. "Tentu saja aku akan berjalan hati-hati," jawab Umar. Ubay lantas berkata, "Itulah hakikat takwa."

Percakapan yang sarat akan ilmu. Bukan hanya bagi Umar dan Ubay, melainkan juga bagi kita yang mengaku manusia bertakwa ini. Menjadi orang bertakwa hakikatnya menjadi orang yang amat berhati-hati. Ia tidak ingin kakinya menginjak duri-duri larangan Allah SWT. 

Ia rela mengerem lajunya, memangkas egonya, menajamkan pandangan, menelisik sekitar, dan mencari celah jalan selamat. Semua fungsi tubuh ia maksimalkan agar ia tak celaka. Agar sebiji duri pun tak melukai kemudian mengucurkan darah dari kakinya. Takwa hakikatnya hati-hati.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement