Selasa 24 Oct 2017 16:30 WIB

Dakwah Harus Merangkul Bukan Memukul

Dakwah
Foto: Dok. Republika
Dakwah

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Secara ideal, Ketua Komisi Hukum dan Perundang-Undangan Majelis Ulama Indonesia (Komkumdan MUI) Muhammad Baharun, menjelaskan dakwah seorang da'i memang harus menyejukkan dan harus merangkul, bukan memukul.

Iya setuju jika Kementerian Agama (Kemenag) harus membuat kode etik penyiaran dakwah di media massa. Karena, menurut dia ada da'i yang menyampaikan dakwahnya secara asal-asalan, sehingga umat menganggap semua da'i menyampaikan dakwah dengan cara yang sama.

"Maksudnya, agar yang bukan da'i jangan memanfaatkan mimbar dakwah dan umatnya untuk kepentingan yang tidak ada kaitannya dengan nilai-nilai Islam dan kemaslahatan umat," ujar Baharun kepada Republika, Selasa (24/10) siang.

Namun, lebih lanjut ia menjelaskan, yang terpenting kode etik jangan sampai menjadi instrumen bagi pihak lain, untuk menyetop dakwah yang melakukan kontrol sosial. "Pers saja bebas dan independen, da'i juga mestinya seperti pers lah," papar dia.

Ketika berbicara yang haq, bagi Baharun, semua harus disampaikan kebenaran dan keadilan itu dengan tegas, namun metodenya harus dengan yang baik, billati hiya ahsan.

Kode etik yang nantinya menjadi panduan para da'i ini setidaknya akan mengatur empat pilar utama. Pertama, yaitu kode etik akan mengatur bahwa da'i harus memiliki pemahaman tentang Alquran dan Hadits, serta memiliki wawasan kebangsaan mencakup Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan NKRI.

Kedua, kode etik da'i juga akan mengatur adab berdakwah. Misalkan, da'i harus mampu membaca Alquran dan Hadits dengan baik, tidak menafsirkan ayat atau hadits dengan penjelasan yang tidak pantas, serta tidak mengeluarkan kata-kata kotor dan keji.

Ketiga, kode etik ini nantinya juga akan mengatur pembentukan Tim Pengawas. Tugas tim pengawas tersebut antara lain menganalisa, menilai, dan mengevaluasi program dakwah di media elektronik.

Keempat, tim pengawas juga bertugas menindaklanjuti aduan masyarakat bersama dengan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), sehingga bisa didampingi. Sementara, keanggotaan tim terdiri dari Kemenag, Kemenkominfo, KPI, MUI, asosiasi TV dan radio, ahli media, dan akademisi.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement