Senin 23 Oct 2017 08:47 WIB

UMY Budayakan Shalat Subuh Berjamaah

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Esthi Maharani
Sholat subuh berjamaah (Ilustrasi)
Sholat subuh berjamaah (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, BANTUL -- Rektor Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Gunawan Budiyanto menekankan, shalat berjamaah merupakan kunci kemenangan umat Islam. Hal itu diungkapkan selepas shalat subuh bersama, Sabtu (21/10) pagi, saat memberi sambutan untuk Kajian Sabtu Pagi.

Kegiatan itu sendiri rutin diadakan Lembaga Pengkajian dan Pengamalan Islam (LPPI) UMY di Masjid KH Ahmad Dahlan. Ia menyebutkan, rumus untuk mencapai kemenangan sudah diketahui umat Islam sejak lama, apalagi adzan senantiasa mengingatkan untuk menuju kemenangan.

"Namun, masih banyak dari kita yang belum menunaikan perintah ini secara menyeluruh, karena itu melalui LPPI kita ingin budayakan shalat berjamaah dikalangan civitas akademika UMY sebagai dorongan kita untuk berlomba-lomba menuju kebaikan dan kemenangan," kata Gunawan, Sabtu (21/10).

Kajian sendiri mengangkat tema Gerakan Berkebangsaan Dalam Perspektif Muhammadiyah Berkemajuan, dan diisi Ketua PP Pemuda Muhammadiyah Dahnil Azhar Simanjuntak. Ia menekankan, semangat identitas jadi yang penting dimiliki tiap individu, karena dasar banyak pembangunan di Indonesia.

Hal itu, lanjut Dahnil, seperti semangat identitas pemuda-pemuda nusantara yang menghasilkan Sumpah Pemuda dan Budi Utomo. Selain itu, merdekanya Indonesia pun didasarkan semangat identitas negara, dan Muhammadiyah tidak lepas dari semangat identitas yaitu identitas keislaman.

"Namun, yang terjadi di negara kita saat ini malah ada semacam indikasi pengharaman semangat identitas tertentu, yang dikatakan sebagai salah satu cara menghindari konflik," ujar Dahnil.

Padahal, ini bisa saja dihindari tanpa perlu melakukan pengharaman, yaitu dengan berdialog yang oleh Bung Hatta disebut nalar ilmiah. Artinya, dialog dilakukan untuk menemukan mutual respect, dan pengertian satu dengan yang lain. Menurut Dahnil, nama dan dasar negara pun merupakan hasil dari berdialog bukan dengan cara-cara pengharaman.

"Saat ini banyak sekali narasi yang memberikan stigma negatif terhadap simbol identitas, misal ketika menampakkan identitas Islam anda kemudian dikelompokkan sebagai radikal," kata Dahnil.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement