Ahad 22 Oct 2017 17:28 WIB

Pimpinan Gontor: Santri Melawan Liberalisasi Agama

Rep: Hasanul Rizqa/ Red: Elba Damhuri
Suasana aktivitas santri di Pondok Modern Gontor 2 Ponorogo, Jawa Timur.
Foto: Republika/Damanhuri Zuhri
Suasana aktivitas santri di Pondok Modern Gontor 2 Ponorogo, Jawa Timur.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peringatan Hari Santri Nasional pada 21-22 Oktober 2017 bertujuan untuk mengenang sekaligus meneladani kiprah para ulama dan kalangan pesantren dalam memperjuangkan agama dan negara. Untuk itu, para santri diharapkan dapat menjaga nilai-nilai tradisional sekaligus untuk menghadapi tantangan kekinian termasuk melawan liberalisasi agama.

Hal ini disampaikan pimpinan Pondok Pesantren Modern Gontor, Ponorogo, Jawa Timur, Hamid Fahmi Zarkasyi. Menurut dia, salah satu lawan besar bagi umat Islam adalah gerakan liberal.

"Santri tidak hanya bisa menjaga tradisi, tetapi juga bisa menghadapi modernisasi, merespons gobalisasi, dan melakukan counter liberalisasi," kata Hamid Fahmi Zarkasyi saat dihubungi, Ahad (22/10).

Wakil Rektor Universitas Darussalam (Unida) Gontor itu menjelaskan, paham humanisme selalu berupaya menyingkirkan agama dan rasa percaya akan kekuasaan Tuhan dari kehidupan manusia. Demikian pula dengan sekularisme, yang hendak memisahkan agama dari urusan politik dan sosial. Bagi Hamid, dua paham itulah yang menjadi tantangan besar bagi kaum Muslim saat ini, khususnya kalangan pesantren.

"Santri, dalam situasi sekarang ini harus tetap menjaga identitasnya, baik sebagai Mukmin dan Muslim," jelasnya.

Kalangan santri dinilai perlu memahami makna dan substansi Hari Santri. Menurut Hamid, ada perubahan paradigma pandangan atas kaum santri, yakni dari peminggiran kepada pengakuan peran santri dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Hamid berharap, pemerintah pun tidak tinggal diam atau hanya menjadikan Hari Santri seremonial belaka. Saat ini, negara perlu hadir untuk memberikan peran fungsional kepada alumni pesantren.

"Jasa, santri dan pesantren untuk republik ini besar. Maka, pemerintah juga harud bisa membalas budi kepada pesantren. Bukan malah kembali memarginalkan dan mengkriminalisasi para ulama dan kiainya. Fungsionalisasi bukan sekadar buat Hari Santri, tetapi juga membantu pembangunan fisik dan masalah finansial pesantren," papar dia.

"Di Thailand saja, semua pesantren disubsidi kerajaan. Masak Indonesia kalah?"

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement