Rabu 18 Oct 2017 05:07 WIB

Mengenal Teladan Sufyan Tsauri

Rep: Ratna Ajeng Tedjomukti/ Red: Agung Sasongko
Ilmuwan Muslim.
Foto: Metaexistence.org
Ilmuwan Muslim.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sufyan Tsauri merupakan seorang alim. Sejarah mencatat dia sebagai penghafal Alquran dan ahli hukum. Banyak hadis diriwayatkan nya, sehingga menjadi rujukan umat Islam dalam menjalani kehidupan.

Dia lahir di Kufah, Irak, 96 Hijriyah atau 716 Masehi. Dalam keluarga taat agama, dia dibesarkan oleh ayahnya Sa'id bin Masruq. Dari kecil, dia sudah di ajarkan bersikap mulia. Harus jujur dalam berkata. Amanah dalam menjalankan tugas. Kemudian, menyampaikan pesan orang tua apa adanya kepada masyarakat. Sikap tersebut membuatnya di percaya umat Islam, sehingga dia dikenal sebagai ahli hadis di Kufah.

Ibunya merupakan Muslimah yang zuhud dan selalu mensyukuri kehidupan. Ibu yang merupakan guru pertama di dunia ini selalu mengarahkannya untuk menuntut ilmu. Ketekunan dia melaksanakan perintah sang ibu membuatnya mampu menghafal Alquran dan hadis. Didikan yang sama juga diterima saudara Sufyan, yaitu Umar bin Sa'id dan Ummu Ammar. Keduanya juga menjadi ahli hadis yang banyak meriwayatkan sabda Rasulullah.

Seperti anak pada umumnya, Sufyan selalu mengidolakan ayah. Melalui Said, dia dan dua orang saudaranya mempelajari sabda-sabda Rasulullah dalam berbagai hal. Mereka mempelajari sanad dan syarat meriwayatkan hadis. Kemudian, mendalami konten hadis yang terkait dengan sejarah, syariat, dan banyak lagi.

Selain itu, Sufyan juga banyak belajar kepada ulama di Kufah, Bashrah, dan Hijaz. Ulama besar yang pernah men jadi gurunya, antara lain, Syu'bah, Yahya bin Sa'id Qaththan, Imam Malik, al-Auza'i, Ibnu Mubarak, dan Sufyan bin Uyai nah. Fikih, hadis, sejarah, dan banyak lagi tertanam di hati Sufyan serta menjadi bekal hidup.

Pengetahuan itu membentuk sikap dan pemikirannya. Ketika perang saudara (Shiffin pada 657 M) terjadi, Sufyan memihak kepada Khalifah Ali bin Abi Thalib. Peperangan itu bermula dari desakan Muawiyah bin Abi Sofyan untuk menghukum pembunuh Khalifah Usman bin Affan. Desakan itu selalu menjadi alasan Muawiyah untuk mengonso lidasikan massa, sehingga melawan kekhalifahan Sayidina Ali.

Perang ini memecah pandangan tentang kepemimpinan, aliran teologi Syiah mengimani Ali sebagai imam pertama mereka. Sedangkan, mazhab Sunni tetap berpendirian Sayidina Ali sebagai khalifah keempat. Kedudukan Ali sebagai khalifah setelah Usman tidak diubah dalam sejarah. Sementara itu, Muawiyah mendirikan kerajaan sendiri, Daulah Bani Umayyah.

Dalam konflik tersebut, Sufyan memihak kepada Sayidina Ali. Dia mengecam kepemimpinan Muawiyah karena mereka seharusnya menaati Khalifah Ali. Tapi, setelah peperangan usai, Sufyan lebih memilih tidak memihak siapa pun. Sikap itu ditunjukkannya saat tinggal di Basrah pada 748 M.

Meski sudah menyatakan tidak memihak siapa pun, pihak Muawiyah tetap mendekati Sufyan. Pendiri Umay yah itu menawarkan posisi penasihat khalifah. Tawaran itu ditolak, meskipun berkalikali datang. Dia juga menolak berbagai tawaran jabatan tinggi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement