Senin 16 Oct 2017 13:26 WIB

Belanja di Toko Ritel Modern, Bagaimanakah Hukumnya?

Ustadz Thuba Jazil bin Damanhuri mengisi kajian Islam di Masjid Alumni IPB Bogor.
Foto: Dok Masjid Alumni IPB
Ustadz Thuba Jazil bin Damanhuri mengisi kajian Islam di Masjid Alumni IPB Bogor.

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR --  Bagaimanakah hukum berbelanja di toko ritel modern menurut Islam? Topik menarik ini akan dibahas dalam kajian ekonomi Islam di Masjid Alumni IPB, Botani Square, Bogor, Jawa Barat, Senin (16/10) ba’da Maghrib.

Seperti biasa, kajian ekonomi Islam ini akan diisi oleh nara sumber tetap, yakni Ustaz Thuba Jazil bin Damanhuri. Ia adalah dosen Bisnis dan Manajemen STEI Tazkia dan peneliti senior CIBEST IPB Bogor.

Dalam informasi pendahuluan yang diberikan kepada Republika.co.id, Ustaz Thuba mengemukakan, jual beli merupakan transaksi yang lazim dilakukan oleh seorang muslim untuk memenuhi kebutuhan dengan cara yang halal. Allah berfirman secara tegas,  “dan Allah halalkan jual-beli dan mengharamkan riba.” (QS Al-Baqarah 275).

 

 

Pertukaran dengan cara yang sah dan halal tanpa unsur kezaliman inilah yang diambil oleh muslimprenuer. Dalam konstruksi akad bai’ (jual beli) lengkap sebagaimana akad itu terkonstruki  yakni, adanya Muta’aqidain (subjek akad), Shighah al-Aqd (bahasa akad) dan Mahallu al-Aqd (objek akad).

“Pada nature akad jual-beli harus lengkap dengan ketentuan ketiga konstruksi  beserta syaratnya. Akan tetapi di beberapa praktik jual-beli terdapat perbedaan dan ketidaksesuaiannya dengan basis nature-nya,” kata Thuba, Senin (16/10).

Shighah al-aqd  merupakan hal penting dalam transaksi jual-beli, akan tetapi melihat praktik dalam jual-beli kontemporer semisal di wholesale market, retail, maupun pasar swalayan,  kedua belah pihak tidak ada yang menyatakan shighah dalam bentuk verbal mauapun tulisan. Penjual hanya men-display barang dan memberikan price-tag sebagai informasi untuk pembeli. Di sisi lain, pembeli mengambil barang-barang yang dibutuhkan dan cocok sesuai keinginannya.

Penjual dan pembeli secara fisik tidak bertemu, melainkan hanya diwakilkan oleh petugas kasir. Pada saat sesi pembayaran pun tidak terjadi shighah yang jelas hanya di-screen dengan barkot barang dan muncullan harganya. Jual beli ini disebut dengan istilah jual-beli Mu’athoh atau Murawadhoh. “Pandangan imam madzhab pun berbeda dengan pijakan landasan yang berbeda,” tuturnya.

Kemudian, bentuk-bentuk akad jual-beli bedasarkan terbentuk harga dibagi dalam tiga kategori.  Pertama, jual-beli Musawamah,  yakni jual-beli yang tidak diketahui harga pokoknya dan keduanya saling menawar pada poin harga tertentu sehingga terjadi kesepakatan oleh keduanya.

Kedua,  jual-beli Amanah.  Di dalamnya terdapat jual-beli Murabahah, Tauliyah, Isyrok dan Wadh’iyyah. Ketiga,  Muzayadah (lelang) dan Munaqashah (tender).

Thuba menambahkan, selain yang telah disebutkan, ditimbang dari cara pembayaran jual-beli dikategorikan dalam dua bentuk. Pertama, jual-beli Tsaman ‘Ajil, jual beli yang ditangguhkan pembayarannya. Pihak pembeli diberikan kesempatan waktu atau kelonggaran sampai waktu yang ditentukan.

Bentuk kedua adalah jual-beli Taqshith (cicilan). Tidak semua bentuk cicilan adalah masuk dalam kategori riba, baik riba nasi’ah atau fadhl. Konstruksi jual beli taqshth berbeda dengan jual-beli dengan adanya unsur riba nasiah.

Ingin tahu kelengkapan keterangannya mengenai bermacam-macam transaksi jual beli, dan hukumnya menurut syariat Islam?  “Ikuti kajian Magrib ini di Masjid Alumni IPB,” kata Ketua DKM Masjid Alumni IPB Iman Hilman.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement