Selasa 03 Oct 2017 08:44 WIB

Bertahun Belajar Kaligrafi, Kapan Nikahnya?

Para santri Pesantren Kaligrafi Alquran Lemka di Kota Sukabumi tengah mengikuti ujian kaligrafi cabang mushaf dan dekorasi Rabu (31/5). Para santri di pesantren itu berasal dari 24 provinsi dan luar negeri.
Foto: Republika/Riga Nurul Iman
Para santri Pesantren Kaligrafi Alquran Lemka di Kota Sukabumi tengah mengikuti ujian kaligrafi cabang mushaf dan dekorasi Rabu (31/5). Para santri di pesantren itu berasal dari 24 provinsi dan luar negeri.

Oleh: Didin Sirojuddin Ar

Tak disangka tiba-tiba khattat dan tokoh kaligrafi Maroko Belaid Hamidi datang bertamu ke Lemka di Jakarta. Setelah sejenak ngobrol, dia kemudian mengajak para khattat untuk bersyukur, karena diberi anugerah dapat menulis Alquran.

"Penulis Alquran adalah penulis wahyu,  sama dengan lebih 40 orang penulis wahyu zaman Rasulullah," katanya. Ia mengaku telah menulis enam mushaf. Saya mengaku empat mushaf..

Yang menarik, Belaid yang menyebarkan teori mengajar dan muridnya unggul di mana-mana namun enggan mengaku disebut ’tokoh’, ‘mahaguru’,  atau sebutan-sebutan super lainnya.

Menurut dia, ‘raja kaligrafi’ selamanya adalah Hamdullah Al-Amasi,  Hafizh Usman,  Sami, Izzat, Hamid Al-Amidi,  dan Syauqi.

"Sedangkan kita, sehebat apa pun dan jadi tokoh apa pun, hanyalah tabi'in atau tabi'it tabi'in," katanya.

Sama dengan ‘Aimmatul madzahib’,  tetap saja yang empat itu yaitu Malik, Syafi'i, Hanafi, dan Hambali. Ulama-ulama kaliber sesudahnya hanyalah penerus yang makmum kepada mereka, selamanya. Kita,  bahkan Hasyim Muhammad pun tidak berhak mengklaim bukunya Qawa'id Al-Khath Al-'Arabi karena perumus kaidah-kaidah tersebut adalah Syauqi jauh sebelum Hasyim.

“Wah apalagi saya, tidak punya hak apa-apa. Kalau buku itu, lebih layak disebut kumpulan atau coret-coretan saja,’’ ujar Belaid.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement