Selasa 26 Sep 2017 15:41 WIB

Barawa, Pulau Islam di Somalia

Rep: c16/ Red: Agung Sasongko
Barawa
Foto: Wikipedia
Barawa

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Benua Hitam, Afrika, memiliki banyak tempat yang lekat dengan sejarah peradaban Islam. Barawa salah satunya. Barawa adalah kota kuno yang membentang di sebelah selatan pesisir Somalia. Berdasarkan cerita rakyat yang menyebar dari mulut ke mulut, awal mula kota ini berasal dari rumah-rumah yang dibangun Aw Ali. Pria ini menetap di hutan yang terletak di antara bukit pasir dan pasir putih.

Begitu besarnya kecintaan Aw Ali terhadap hawa laut, ia pun meminta bantuan kepada orang-orang dari pedalaman untuk membuka hutan dan membangun beberapa rumah untuk dia dan keluarganya. Konon, rumah-rumah Aw Ali itu kini sudah terkubur dan berganti menjadi sebuah kota bernama Barawa Ban Aw Ali yang artinya Barawa, ruang terbuka Aw Ali.

Masyarakat Barawa menggunakan bahasa Chimbalazi yang dicampur dengan kosakata Tunni, Af-Maay, dan Af-Mahasa untuk perca kap an sehari-hari. Sejarawan lokal meng hu bung kan asal-muasal masyarakat Barawa de ngan bangsa Arab, Mesir, India, Persia, bahkan Jawa. Namun, secara historis, masyarakat Ba rawa ber asal dari etnis Wardaay (Bantu), Tunni, Wajiddu (Jiddu), Ajuuran, dan Wambalazi (Galla).

Semua etnis tersebut saling bertarung selama berabad-abad. Mulanya, etnis Tunni dan Jiddu membuat perjanjian tentang pem bagian wilayah di Barawa. Kemudian, etnis Tunni menempati wilayah tepi barat Shabelle, sedangkan etnis Juddi menetap di tepi timur. Kedua etnis ini sepakat untuk mempertahankan kota mereka dari pengaruh orang asing.

Pada abad ke-10, orang asing pertama yang diterima oleh kedua etnis ini adalah kelompok pendatang Muslim, yakni Hatimi dari Yaman dan Amawi dari Sham (Suriah). Mereka datang ke Barawa untuk menyebarluaskan agama Islam sekaligus berdagang. Setelah kedatangan Hatimi dan Amawi, masyarakat kota ini men jadi makmur. Barawa pun menjadi salah satu pusat perkembangan agama Islam. Ulama Bara wa mengundang banyak murid dari ber bagai daerah untuk mempelajari Islam.

Tak heran, seorang cendekiawan Muslim, al-Idrisi, dalam salah satu tulisannya menyebut Barawa sebagai "Pulau Islam di Pesisir Soma lia." Al-Idrisi antara lain bercerita tentang ran cangan rumah penduduk Barawa yang terbuat dari karang. Diperkirakan, rancangan rumah tersebut dipengaruhi oleh gaya Arab dan Persia.

Ia juga mencatat, perdagangan di Barawa sangat ramai dan penuh dengan berbagai ko moditas, baik lokal maupun mancanegara. Ba rawa juga terkenal dengan kerajinan tradi sionalnya, seperti kain tenun aliindi atau kikoy, topi, peci barawa, sandal, perisai, ikat pinggang, furnitur, dan ragam peralatan dapur yang ter buat dari tanah liat.

Barawa juga tersohor dengan kerajinan ukir-ukirannya yang dibuat menjadi beragam produk, mulai dari tempat tidur pengantin sam pai tatakan Alquran (rekal). Kota ini juga dikenal dengan kerajin an emas dan peraknya yang memukau.

Selain kerajinan, Ba ra wa juga dikenal de ngan gaya arsitektur ru mah warganya yang khas. Se tiap rumah di lengkapi dengan peka rang an, jalan yang luas, serta jendela lebar. Para wanita dan orang tua tidak perlu ke luar rumah apabila hen dak berkun jung ke rumah lainnya. Sebab, Barawa memiliki banyak rumah bertingkat dua lantai yang saling ter hubung dengan jembatan.

Kota ini dibagi men jadi em pat bagian yang masing-masing bagiannya me miliki sebuah masjid utama. Untuk memba ngun rumah, masjid, atau bangunan lainnya, ma syarakat memanfaatkan karang yang terse dia banyak di pantai untuk kemudian dijadikan semen. Karang-karang tersebut diangkut de ngan gerobak unta lalu dibakar hingga menjadi semen. Cara ini dinilai lebih ekonomis daripada harus mengimpor.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement