Kamis 21 Sep 2017 23:00 WIB

Tasbih Malaikat Penjaga Langit

Awan gelap menyelimuti pemukiman penduduk di Medan, Sumatera Utara, Selasa (27/6). Situs AccuWeather.com menyebutkan hingga akhir pekan akan terjadi hujan singkat disertai badai petir di Kota Medan, dengan temperatur suhu sekitar 22 hingga 32 derajat celcius. ANTARA FOTO/Jessica Helena Wuysang/foc/17.
Foto: ANTARA FOTO
Awan gelap menyelimuti pemukiman penduduk di Medan, Sumatera Utara, Selasa (27/6). Situs AccuWeather.com menyebutkan hingga akhir pekan akan terjadi hujan singkat disertai badai petir di Kota Medan, dengan temperatur suhu sekitar 22 hingga 32 derajat celcius. ANTARA FOTO/Jessica Helena Wuysang/foc/17.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Penjelasan para ilmuwan tentang kronologi petir ini sebenarnya sudah dijabarkan dalam Alquran. Firman Allah SWT, "Tidaklah kamu melihat bahwa Allah mengarak awan, kemudian mengumpulkan antara (bagian-bagian)-nya, kemudian menjadikannya bertindih-tindih, Maka kelihatanlah olehmu hujan keluar dari celah-celahnya dan Allah (juga) menurunkan (butiran-butiran) es dari langit, (yaitu) dari (gumpalan-gumpalan awan seperti) gunung-gunung. Maka ditimpakan-Nya (butiran-butiran) es itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan dipalingkan-Nya dari siapa yang dikehendaki-Nya. Kilauan kilat awan itu Hampir-hampir menghilangkan penglihatan." (QS an-Nur [24]: 43).

Dalam surah tersebut Allah SWT menjelaskan kronologi pembentukan petir sehingga menjadi kilatan yang hampir menghilangkan penglihatan. Alquran juga memaparkan bagaimana Allah SWT menggerakkan awan sebagai pemicu terjadinya petir.

Kedahsyatan petir juga dimaknai umat Islam sebagai bentuk tasbih dari para malaikat penjaga langit. Sebagaimana disebut dalam Alquran, "Dan guruh bertasbih memuji-Nya (demikian pula) para malaikat karena takut kepada-Nya." (QS ar-Ra'd [13]: 13).

Dalam hadisnya, Rasulullah SAW menyebut petir sebagai suara para malaikat. "Ar-Ra'du (petir) adalah malaikat yang diberi tugas mengurus awan dan bersamanya pengoyak dari api yang memindahkan awan sesuai dengan kehendak Allah." (HR Tirmizi).

 

Al-Khoro'ithi dalam Makarimil Akhlaq mengutip pendapat Ali bin Abi Thalib RA soal ar-Ra'du. Menurut Ali, ar-Ra'du adalah malaikat, sedangkan al-Barq (kilatan petir) adalah pengoyak di tangannya sejenis besi.

Ibnu Taimiyah mengatakan, ar-ra'du adalah mashdar (kata kerja yang dibendakan) berasal dari kata ra'ada, yar'udu, ra'dan yang berarti gemuruh. Namanya gerakan pasti menimbulkan suara. Malaikat adalah yang menggerakkan dengan cara menggetarkan awan kemudian dipindahkan dari satu tempat ke tempat lainnya. 

Ketika menafsirkan surah al-Baqarah ayat 19, as-Suyuthi mengatakan bahwa ar-Ra'du adalah malaikat yang ditugasi mengatur awan. Dalam tafsir Jalalain juga disebutkan bahwa ar-ra'du adalah suara malaikat, sedangkan al-barq (kilatan petir) adalah kilatan cahaya dari cambuk malaikat untuk menggiring mendung.

Secara umum, umat Islam meyakini ar-Ra'du dengan malaikat yang ditugasi mengatur awan atau suara dari malaikat tersebut yang tengah bertasbih dan mengatur awan. Sedangkan, al-barq atau ash-showa'iq adalah kilatan cahaya dari cambuk malaikat yang digunakan untuk menggiring mendung. 

Ibnu Abbas menambahkan, Sesungguhnya petir adalah malaikat yang meneriaki (membentak) untuk mengatur hujan sebagaimana pengembala ternak membentak hewannya (Adabul Mufrod/722).

Jadi, ketika mendengar petir atau guntur, Nabi SAW mengajarkan doa, "Subhanalladzi sabbahat lahu," (Mahasuci Allah yang petir bertasbih kepada-Nya). Atau doa, "Subhanalladzi yusabbihur ro'du bi hamdihi wal mala-ikatu min khiifatih," (Mahasuci Allah yang petir dan para malaikat bertasbih dengan memuji-Nya karena rasa takut kepada-Nya). 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement