Kamis 14 Sep 2017 14:10 WIB

Memahami Alquran

 pengajian yang digelar Ikatan Keluarga Jamaah Haji Indonesia (IKJHI) di Hongkong.
Foto:

Untuk mempertahankan kemabruran Haji diperlukan perjuangan seumur hidup untuk mempertahankan diri dari godaan syetan dan hawa nafsu yang dapat  menodai bahkan bisa merusakkannya. Oleh karena itulah diperlukan petunjuk Alquran yang diibaratkan sebuah peta dalam perjalanan agar tidak tersesat.

Peta buta yang tanpa keterangan bebas jelas, juga bisa membahayakan. Demikian pula halnya dengan petunjuk Alquran, haruslah disertai penjelasan dari ahlinya yakni para ulama  ahli tafsir, ahli hadis, ahli fiqih, ahli tauhid dan ahli tashawuf.

Saya bercerita tentang dua orang indonesia; suami-isteri yang telah selesai mengerjakan rangkaian ibadah haji. Usai melaksanakan sholat isya berjamaah di Masjidil Haram, keduanya keluar dari masjid dan pergi ke pusat perbelanjaan di sekitarnya. Saking asyiknya berbelanja, tanpa terasa sudah larut malam.

Beberapa toko mulai tutup. Keduannya bersiap pulang. Tetapi mereka lupa jalan menuju maktab/  penginapan. Yang mereka ingat adalah Jalan .Imarah Nomor 16. Keduanya mulai panik karena ragu setiap mencoba jalan tertentu untuk pulang

Akhirnya mereka memberanikan diri bertanya kepada salah satu penjaga toko; “Assalamualaikum”. “Waalaikumussalam warrahmah walbarakah”, “Pak, Saya jamaah dari Indonesia. Mau pulang ke maktab, tapi lupa jalan pulang”. “Hahh? Indunisi? Isy tibgha?” keduanya tambah panik dan gugup karena mereka tidak bisa bahasa arab dan lawan bicaranya tidak bisa bahasa indonesia.

“Bagaimana ini pak?”, “Saya juga bingung bu. Ditanya kok malah baca doa”. “Coba bapak tanya pakai isyarat, mungkin orang arab itu bisa faham.

“Imarah, imarah, 16, lihat nih...!”, sambil memperagakan dengan kedua jemari tangannya ditambah jemari isterinya. “Aaaa, syari ‘imaarah? Namrah sittah ‘asyar..”. tampaknya keadaan mulai menggembirakan. Penjaga toko itu mulai mengerti apa yang dimaksudkan.

“Ya,  ya. Benar pak. Imarah. Nomor 16”. “Enta imsyi min huna ila huna. Wa ba’den luh ‘alal yamin. Wa ba’den luh ‘alal yasar. Tsumma ‘alat thuul...”. setelah dua-tiga kali terjadi dialog yang sama, akhirnya kedua suami-istri itu berhasil pulang ke maktab.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement