Jumat 15 Jun 2012 09:46 WIB

Ahmad Noe'man: Menara, Bentuk Ijtihad Arsitek Muslim (bag 2)

Rep: Devi Anggraini Oktavika/ Red: Heri Ruslan
Masjid Kampus Universitas Muhammadiyah Malang
Foto: Erik Purnama Putra/Republika
Masjid Kampus Universitas Muhammadiyah Malang

REPUBLIKA.CO.ID, Jadi, kapan tepatnya manusia mulai menggunakan menara untuk mengumandangkan azan?

Mengenai kapan menara mulai digunakan sebagai penyeru azan, saya kira ada banyak referensi yang mengulasnya. Yang penting diamati kemudian adalah bahwa menara masjid muncul setelah tercapainya logika mengenai jangkauan azan tersebut. Dengan kata lain, tempat azan yang lebih tinggi menjadi kebutuhan yang logis.

Dari situlah, orang kemudian berusaha menemukan cara untuk membangun tempat-tempat yang tinggi bagi muazin. Dan saya menyebut upaya tersebut sebagai bagian dari ijtihad, sebagaimana jihadnya seorang hakim dalam memutuskan suatu perkara menurut aturan atau syariat yang berlaku.

 

Mengapa demikian?

Karena itu tadi, syariat pembangunan menara masjid tidak ada dalam Alquran maupun hadis, sehingga upaya-upaya untuk mencapai maslahatdi dalamnya merupakan sebuah ijtihad. Oleh karena itu, untuk kasus menara masjid, arsitek Muslim dan ijtihad tidak dapat dipisahkan.

Sebagai contoh lainnya adalah soal kubah. Sebagaimana menara masjid, tuntunan pembangunan kubah pada masjid juga tidak disebutkan dalam Alquran ataupun hadis. Namun kemudian, sejumlah arsitek ber-ijtihad dengan menghilangkan bagian kubah dari desain masjid yang mereka buat.

Alasannya sederhana, konstruksi kubah menuntut adanya banyak tiang di dalam masjid. Sedangkan keberadaan tiang akan mempengaruhi rapat dan lurusnya shaf dalam shalat. Sementara, Rasulullah saw mengatakan bahwa kualitas shaf manjadi penentu kesempurnaan shalat. Wallahu a’lam. Itulah mengapa pekerjaan arsitek Muslim sangat berkaitan erat dengan ijtihad.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement