Rabu 23 Aug 2017 14:15 WIB

Menanti Sang Pengubah

Hijrah
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Hijrah

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Jika sebelumnya berbuat amal saleh, kita harus meningkatkan amal itu. Itu disebut perubahan. Jika sebelumnya berbuat alpa, kita berhenti dari perbuatan itu dan bertobat. Itu disebut perubahan.

Namun, perubahan tak lantas menjadi hak milik pribadi. Rasulullah SAW bersabda, “Sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat.” (HR Bukhari). Sembari berproses dalam perubahan diri, ada kewajiban yang terpatri untuk turut mengajak orang lain dalam perubahan. Kita berubah sekaligus mengubah. Dakwah hakikatnya juga untuk mengubah diri kita sendiri.

Bergabung dalam kafilah dakwah, kita akan terjaga dalam lingkungan yang kondusif. Terjaga dalam kebaikan sekaligus bertugas menyampaikan kebaikan. Kita juga menjadi semangat mencari ilmu. Apa yang hendak kita sampaikan jika pengetahuan kita kosong? Berubah diri dan mengubah orang bukan hal yang bertentangan. Keduanya kewajiban dan dapat saling melengkapi.

Allah SWT berfirman, “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar; merekalah orang-orang yang beruntung.” (QS Ali Imran [3]: 104).

Kita diseru untuk menyeru. Kita dipanggil untuk memanggil. Selayaknya Mush'ab bin Umair. Ia terpilih menjalani tugas yang mulia. Kelak, berkat kerja dakwahnya seluruh penduduk Madinah menerima Islam dan Nabi Muhammad SAW kala Makkah tak lagi kondusif untuk dakwah. Mush'ab diutus menjadi duta dakwah untuk masyarakat Yatsrib (Madinah). Padahal, saat itu lebih banyak sahabat senior yang bersama Nabi SAW.

Namun, lihatlah Mush'ab. Ia berhasil mengajak suku Aus. Ia berhasil meluluhkan hati suku Khadjaj. Ia menyiapkan semua masyarakat sebelum Rasulullah dan para sahabat hijrah ke Madinah. Berkat kelembutan Mush'ab, Madinah menjadi rumah baru umat Islam. Mush'ab telah berhasil mengubah dirinya sekaligus mengubah masyarakat.

Islam sejatinya membutuhkan Mush'ab-Mush'ab baru. Sang pengubah bagi jiwanya lantas ia mengubah sekitarnya. Ia sebenar-benar tokoh perubahan. Ia tak lagi mendamba masa lalu yang berhias pakaian halus dan mahal. Baginya perubahan menuju Islam adalah yang utama.

Mush'ab yang dulu berlapis-lapis baju terbujur kaku sebagai syuhada dalam Perang Uhud. Ia hanya memiliki sehelai burdah yang jika digunakan untuk menutup kepala, kakinya terlihat. Jika digunakan menutup kaki, kepalanya terlihat.

Dalam kesedihan, Rasulullah bersabda, “Ketika di Makkah dulu, tak seorang pun aku lihat yang lebih halus pakaiannya dan lebih rapi rambutnya daripada dia. Tetapi, sekarang ini, dengan rambutmu yang kusut masai, hanya dibalut sehelai burdah.”

Disarikan dari Dialog Jumat Republika

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement