Selasa 22 Aug 2017 15:31 WIB

Enam Cara Analisis Watak Ar-Razi

Rep: Erdy Nasrul/ Red: Agung Sasongko
Ibnu Abbas tumbuh menjadi seorang lelaki berkepribadian luar biasa (ilustrasi).
Foto: Lorenzo Tavernelli.
Ibnu Abbas tumbuh menjadi seorang lelaki berkepribadian luar biasa (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Muhammad bin Umar bin Hasan bin Husain at-Taimi al-Bakri dalam Kitab al-Firasah sekitar abad ke-12 M menjelaskan tentang kemampuan Fakhruddin ar-Razi (1149- 1209) mengetahui dan menyimpulkan watak.

Ar-Razi menjelaskan, enam cara mengetahui dan menyimpulkan watak. Pertama, adalah melalui bentuk dan rupa seseorang. Perilaku alami dapat menjadi petunjuk untuk mengetahui watak. Rupa seseorang akan tampak berbeda ketika sedang marah, takut, dan bahagia.

Tidak menutup kemungkinan rupa yang mirip dengan orang yang marah menandakan orang tersebut adalah pemarah. Bila rupa seseorang mirip dengan rupa penakut, bisa saja seseorang itu adalah penakut.

Kedua, memperhatikan suara. Ar-Razi berkesimpulan ada hubungan erat antara suara dan kondisi kejiwaan. Orang yang kerap bersuara lantang dan bersuhu tubuh lebih panas dinilai cenderung emosional.

Sedangkan, yang bersuara tidak lantang dan bersuhu tubuh tidak begitu panas, cenderung mampu mengontrol emosi.

Cara ketiga adalah membaca watak berdasarkan kesamaan dengan hewan dalam bentuk fisik. Cara ini memang mendapat sorotan karena ada sebagian orang yang meyakini manusia sama sekali tidak dapat disamakan dengan hewan. Namun, ar-Razi menggunakan metode ini sebagai salah satu cara menyimpulkan watak. Dia menulis ketika kondisi lahiriah seekor binatang mirip dengan manusia maka harus dicocokkan lagi dengan binatang lainnya untuk menguatkan kesimpulan.

Contohnya, ada hubungan antara tubuh kuat dan dada berbidang dengan sifat keberanian. Semua binatang yang memiliki tubuh kuat dan dada berbidang adalah pemberani. Manusia pun diduga kuat berwatak pemberani bila memiliki dua hal tersebut.

Keempat, adalah kesamaan ciri rasial. Ar-Razi menyebutkan, beberapa ras besar manusia, yaitu Persia, Romawi, India, dan Turki. Setiap ras memiliki bentuk fisik dan watak tertentu. Ibnu Khaldun dalam Muqaddimah juga menyebutkan watak dan kondisi fisik yang berbeda antara orang yang hidup di pegunungan dan pesisir. Mereka yang tinggal di pegunungan lebih rentan terkena penyakit karena selalu berada dalam situasi yang dingin. Sedangkan, mereka yang hidup di pesisir mengalami hal sebaliknya.

Kelima, membaca watak dapat dilakukan berdasarkan perbedaan jenis kelamin. Ar-Razi sangat memperhatikan perbedaan antara jantan dan betina. Misalnya, lelaki memiliki pendirian yang teguh. Sedangkan perempuan lebih mampu membuat tipu muslihat.

Keenam, menganalisis berdasarkan sebagian watak yang sudah diketahui. Kesimpulan semacam ini muncul berdasarkan eksperimen dan usaha yang terus-menerus. Seorang ahli watak tidak hanya membuat satu studi kasus.

Dia harus selalu mendalami pengetahuannya dengan menganalisis watak banyak orang. Dengan demikian, dia dapat mengetahui misalnya, orang pemarah cenderung kurang mampu berpikir rasional karena orang tersebut lebih mengedepankan emosinya.

Enam cara itu bukanlah petunjuk mutlak. Semuanya hanyalah cara untuk menghasilkan dugaan-dugaan yang masih harus diperkuat lagi. Yang paling utama, menurut ar-Razi, analisis mengenai watak harus didukung dengan pengamatan indrawi yang kuat. Indra seseorang harus berfungsi maksimal sehingga dapat menghasilkan kesimpulan yang lebih mendekati kebenaran mengenai kepribadian.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement