Sabtu 19 Aug 2017 23:07 WIB

Menjadi Manusia Mulia

Rep: Ahmad Islamy Jamil/ Red: Agung Sasongko
Alquran
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Alquran

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Manusia adalah makhluk mulia yang diciptakan Allah SWT dengan sebaik-baik bentuk. Karena kemuliaannya itu, Allah bahkan, memerintahkan kepada para malaikat dan jin untuk bersujud kepada manusia pertama, yakni Adam AS.

Pertanyaannya, bagaimana seharusnya kita memaknai kemuliaan yang di berikan Allah SWT kepada manusia? Topik itulah yang menjadi fokus pembahasan Ustaz Adi Hidayat dalam kajian Islam yang digelar di Masjid al-Muhajirin Taman Permata Cikunir, Bekasi, akhir pekan lalu.

Dalam Alquran, Allah menyebut ma nusia dengan beragam istilah. Di anta ranya adalah bani Adam (disebutkan tu juh kali), al-insan (sebanyak 65 kali), Annaas (sebanyak 241 kali), Al-ins (se banyak 18 kali), dan Basyar (sebanyak 35 kali).

Sebelum Allah menciptakan manu sia, Dia telah lebih dulu menciptakan makhluk dari golongan malaikat dan jin. Malaikat sengaja diciptakan Allah dengan satu sifat saja, yakni takwa. Dengan sifat tersebut, mereka sama sekali tidak me miliki peluang untuk berbuat salah. Ma laikat selalu mengerjakan apa saja yang diperintahkan Allah dan tidak pernah sekalipun mendurhakai Tuhannya.

Setelah beberapa waktu lamanya, barulah Allah kemudian menciptakan manusia pertama dari tanah. Dalam Surah al-Hijr (15) ayat 58 dinyatakan, "Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: 'Sesung guh nya Aku akan menciptakan seorang ma nusia dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk'."

Pada ayat tersebut Allah SWT menggunakan kata basyar untuk menyebut manusia pertama. Adi menjelaskan, se cara terminologi, kata basyar diartikan sebagai makhluk yang memiliki dua sifat paradoks alias saling berlawanan. "Ke dua sifat itu adalah baik dan buruk," ujarnya.

Dia menjelaskan, semua sifat baik yang dimiliki manusia pada hakikatnya menjadi bagian dari takwa. Sebagai con toh di sini adalah sifat jujur, sabar, dan rendah hati. Sementara, semua sifat bu ruk yang ada pada diri manusia menjadi bagian dari nafsu (atau dalam istilah lain disebut fujur). Beberapa contoh di an taranya adalah sifat dusta, mudah naik darah, dan sombong.

Dengan begitu, kata Adi, semua makh luk yang bernama manusia atau basyar, pasti memiliki potensi untuk menjadi baik atau buruk. Mereka memiliki peluang yang sama untuk menjadi orang-orang yang bertakwa, ataupun sebaliknya, yaitu menjadi orang-orang yang hanya menuruti hawa nafsu se mata. "Yang lebih unik lagi, kata takwa dan nafsu sama-sama disebutkan Allah SWT sebanyak 115 kali dalam Alquran," ujar nya.

Adi menuturkan, potensi buruk yang terdapat pada diri manusia telah ber transformasi ke dalam bentuk perilaku, ia disebut dengan kesalahan atau kejahatan. Hal itu seperti difirmankan Allah SWT dalam Surah Yusuf (12) ayat 53, "(Yu suf berkata) 'Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan) karena se sungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesung guh nya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang'."

"Adanya potensi takwa dalam diri manusia, dapat membuat mereka lebih mulia dari makhluk yang telah diciptakan Allah sebelum mereka, yaitu malaikat. Sebaliknya, keberadaan nafsu juga dapat membuat mereka lebih hina atau rendah dari hewan. Sebab, hewan memang di ciptakan Allah dengan nafsu saja," kata Adi.

Oleh karena itulah, di samping di su ruh memperbanyak amal kebaikan, ma nusia juga diperintahkan Allah untuk ber juang menekan hawa nafsu mereka. De ngan cara itulah manusia mampu meraih predikat makhluk paling mulia di sisi Allah SWT.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement