Rabu 16 Aug 2017 20:30 WIB
Belajar Kitab

Agar Dicintai Allah

Tobat nasuha titik balik perbaikan hamba.
Foto: Thedailystar.net
Tobat nasuha titik balik perbaikan hamba.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tidak seperti berdekatan dengan orang tua atau pun kekasih lawan jenis, dekat dengan Allah menghasilkan ke tenangan batin yang berbeda. Para wali yang rajin beribadah akan dicintai Allah.

Sang Pencipta akan menjadi pendengarannya yang dia mendengar dengannya. Allah menjadi penglihatan yang dia melihat dengannya, menjadi `tangan' yang dia memukul dengannya, menjadi kaki yang dia berjalan dengannya.

Jika dia memohon kepada-Ku, niscaya akan Aku berikan, dan jika dia minta ampun kepada-Ku, niscaya akan Aku ampuni, dan jika dia minta perlindungan kepada-Ku, niscaya akan Aku lindungi," kata Rasulullah menuturkan kelanjutan hadis qudsi tersebut. (HR Bukhari).

Kitab Futuhul Ghayb menjelaskan bagaimana cara mencapai kedekatan seperti itu. Buku berisi pengajian pria kelahiran Provinsi Mazandaran sekitar Iran itu disalin oleh murid Syekh Abdul Qadir, Syekh Zayn al-Mashrafi as-Shayyad.

Buku itu mengantarkan pembaca pertama kali untuk berhati-hati menyi kapi ke hidupan duniawi. Syekh tidak ser ta-merta mengarahkan untuk mening galkan dunia sepenuhnya, tapi ambillah yang ada di dunia ini seperlunya saja. Jangan sam pai terjebak pada gemerlap dan keindahan dunia.

Kalaupun tiba-tiba terpesona dengan keindahan dan kelezatan duniawi, Syekh menganjurkan untuk mengibaratkan dunia seperti orang sedang membuang hajat. Bau busuk menyebar ke manamana. Yang terlihat hanyalah pandangan pe nuh keburukan. Tutuplah hidungmu da ri aroma busuk syahwat dan kenik matannya, niscaya engkau akan selamat dari dunia dan segala malapetaka yang ada di dalamnya, ujar Syekh Abdul Qadir.

Memanfaatkan kehidupan dunia dengan tidak berlebihan merupakan bentuk kesyukuran. Kebaikan terletak pada bagai mana menghargai dan menyukuri ke adaan yang ada. Tidak menuntut atau ber harap kondisi lain. Mengharapkan sesuatu yang lain memiliki beberapa arti.

Pertama adalah memang benar bagian yang sudah ditetapkan atau itu adalah bagian orang lain. Arti lainnya, bisa jadi bagian itu bukan milik siapa-siapa. Allah sengaja menghadirkannya untuk menguji tingkat kesyukuran seorang hamba.

Tidak berlebihan dalam menyikapi kehidupan dunia adalah bagian dari memerangi hawa nafsu, seperti yang dilakukan Abu Yazid Busthami. Bagi Sulthanul Awliya, perang melawan hawa nafsu adalah kewajiban yang tidak dapat dihindari. Peperangan itu berlangsung sepan jang usia. Baku hantam antara berserah diri kepada Allah melawan hawa nafsu yang selalu mendorong kepada kejahatan dan keburukan selalu terjadi.

Alim yang menjadi rujukan semua tare kat ini menegaskan, mereka yang kalah melawan hawa nafsu berarti telah melaku kan syirik. Menurut dia, syirik bukan ha nya menyekutukan Allah ataupun menyem bah berhala. Mengikuti hawa nafsu, memilih sesuatu selain Allah berupa dunia beserta isinya dan akhirat beserta isinya juga termasuk syirik. Selain Allah, bukanlah Tuhan. Bila seseorang meleburkan diri kepada selain Allah berarti telah menjadi musyrik.

Sebaliknya, mereka yang berhasil meng ungguli hawa nafsu akan mampu me ngen dalikan diri. Dia akan lebih memen tingkan ibadah yang memang berfung si untuk memerangi hawa nafsu. Kepatuhan kepada Allah membuat seseorang berpaling dari gemerlap harta duniawi sehingga harta itu selalu membuntuti dan mengikuti sang hamba. Harta akan menjadi abdi hamba yang mengabdikan dirinya untuk Sang Pencipta.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement