Rabu 26 Jul 2017 08:11 WIB

Antara ‘University’ dan 'Al Jamiah' dengan ‘College’ dan 'Kulliyah'

Bangunan Universitas Al Azhar Kairo Mesir
Foto:
Para santri tengah menuntut ilmu.

Dalam soal pendidikan di kawasan Nusantara, sebelum ada universitas Islam, di ibukota Sriwijya pada abad ke-8 M memang sudah ada universitas Buddhis Nalanda. Dan kalau ingin tahu hebatnya lembaga pendidikan ketika itu datanglah ke Muara Jambi, kompleks vihara Buddhis yang di dalamnya mencakup bangunan lembaga pendidikan dan asrama mahasiswa.

Nah, pendidikan Islam Nusantara dipelopori oleh Kesultanan Samudra Pasai yang kemudian dilanjutkan dengan Kesultanan Aceh Darussalam. Dan kualitas pengajaran di universitas Islam tersebut — Baik di Kairo, Baghdad, dan di Samudra Pasai —  ternyaa sangat bermutu. Sebab,  faktanya kalau tidak ada pendidikan tinggi yang bermutu maka  tidak mungkin lahir ulama-ulama besar yang mampu mengarang risalah tasawuf, fiqih, usuludin dan tafsir dalam tiga empat bahasa -- yaitu Melayu, Arab, Persia dan tambah satu bahasa daerah lain seperti Jawa dan Sunda.

Sunan Bonang dan Sunan Giri belajar ilmu agama di Samudra Pasai. Imam al-Ghazali adalah rektor Universitas Nizamiyah di Baghdad pada abad ke-11 M. Universitas Baghdad melahirkan banyak ilmuwan dan filosof, yang sekarang sukar ditandingi di dunia Islam.

Coba baca karya para ulama dan sufi seperti Hamzah Fansuri, Syamsudin Sumatrani, Bukhari al-Jauhari, Nuruddin al-Raniri, Abdul Rauf Singkil, Jamaludin Tursani dan lain-lain di Aceh. Karya seperti hanya bisa dilahir dari seorang yang ilmunya mendalam. Bisa menulis dalam bahasa Arab dan Persia dan Melayu juga memerlukan pendidikan yang tidak sembarangan. Begitu pula dengan para wali di Jawa seperti Sunan Giri, Sunan Bonang, Sunan Gunungjati, dan Sunan Kalijaga.

*Prof DR Abdul Hadi WM, Penyair dan filsuf, Guru Besar Universitas Paramadina Jakarta.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement