Senin 17 Jul 2017 18:59 WIB

Pertemuan Ulama di Padang Pererat Ukhuwah Islam

Pertemuan dai dan ulama se-Asia Tenggara, Eropa, dan Afrika di Padang, Sumatra Barat, Senin (17/7).
Pertemuan dai dan ulama se-Asia Tenggara, Eropa, dan Afrika di Padang, Sumatra Barat, Senin (17/7).

REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Pertemuan dai dan ulama se-Asia Tenggara, Eropa, dan Afrika hari ini resmi dibuka. Kegiatan yang diselenggarakan di Masjid Raya Sumatra Barat ini dibuka oleh Gubernur Sumatra Barat Irwan Prayitno.

Dalam sambutannya, Irwan, mengutarakan rasa senang, bahagia, dan terima kasihnya karena Kota Padang dipercaya sebagai tuan rumah acara. Baginya, pertemuan tersebut merupakan wadah silaturahim umat Islam dunia untuk memperkuat ukhuwah.

"Kami sangat senang dan bangga. Pertemuan ini adalah media silaturahim kita sesama umat Islam untuk membicarakan program-program dan kegiatan dakwah demi memperkuat ukhuwah agar umat semakin kokoh dan tidak mudah diadu-domba," ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id, Senin (17/7).

Irwan berharap dengan adanya kegiatan ini maka akan ada rekomendasi maupun pedoman yang dapat dimanfaatkan, tidak saja oleh pemerintah daerah namun juga masyarakat. Semuanya tidak lain demi kehidupan beragama di Sumbar yang lebih baik.

Dia juga menyelipkan harapannya kepada Duta Besar Arab Saudi untuk Indonesia, Osama bin Mohammed Abdullah al-Shu'aibi, agar berkenan menyetujui dan menyegerakan pendirian Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Arab (LIPIA) di Sumbar. Irwan menyebut, mayoritas etnis di Sumbar ialah Minangkabau. "Masyarakat Minangkabau menganut Islam dan memiliki falsafah hidup adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah. Oleh karena itu, pembangunan LIPIA sangat tepat di sini," ujarnya.

Senada dengannya, al-Shu'aibi mengatakan bahwa salah satu tujuan pertemuan tersebut dimaksudkan untuk memperkuat persatuan umat Islam di dunia. "Acara ini digelar untuk menguatkan persatuan umat," ujarnya.

Ketua Yayasan al-Manarah al-Islamiyah, Kholid al-Hamudi, mengatakan bahwa persatuan yang dimaksud bukanlah persatuan tanpa adanya perbedaan. Dia menyebut bahwa perbedaan dalam sebuah kesatuan bukanlah sesuatu yang harus dihindari.

Namun perbedaan tersebut, jika ada, tidak perlu menjadi sumber perpecahan umat. "Tujuan kita (diadakannya pertemuan) adalah untuk menyatukan umat, bukan berarti bersatu tanpa perbedaan. Yang harus dipahami adalah, perbedaan yang ada tidak harus menjadi sumber perpecahan," kaya al-Hamudi.

Kegiatan tersebut berlangsung dari 17 hingga 20 Juli 2017. Tahun ini merupakan pertemuan ke-3 kalinya. Mantan wakil ketua komisi hubungan luar negeri Majelis Ulama Indonesia (MUI) sekaligus Wakil Ketua Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) MUI Muhammad Zaitun Rasmin, mengatakan acara yang sama direncanakan akan digelar di Makassar, Sulawesi Selatan.

Juga hadir dalam acara ini Mantan Presiden Sudan, perwakilan dari Bangladesh Hasan Mahmud, serta sejumlah ulama dari Australia, Burkina Faso, dan Sri Lanka.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement