Senin 17 Jul 2017 19:00 WIB
Mengenal Sahabat Rasulullah

Wasiat Kebahagiaan Amr Bin Ash di Ujung Usia

Rep: Hasanul Rizqa/ Red: Agung Sasongko
Ilustrasi kafilah dagang di gurun pasir
Foto: saharamet.org
Ilustrasi kafilah dagang di gurun pasir

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Kira-kira, delapan tahun setelah hijrah, tanda-tanda kemunduran kekuat an kaum musyrik kian nyata. Dalam Pe rang Ah zab, betapa pun kaum musyrik bersekutu dengan kubu-kubu lain yang memusuhi Nabi SAW, tetap saja keka lahan terjadi. Dalam kondisi demikian, Amr bin 'Ash berubah haluan. Dia menuju ke Madinah untuk menyatakan sumpah setia kepada Rasulullah SAW. Peristiwa ini terjadi hanya selang enam bulan sebelum umat Islam membebaskan Makkah tanpa pertumpahan darah (fathu Makkah).

Amr bin 'Ash kemudian berpapasan dengan dua orang tokoh Makkah lainnya, Kha lid bin Walid dan Utsman bin Thalhah. Amr lantas menyadari keduanya memi liki niatan yang sama dengannya. Sesampainya di Madinah, ketiga orang ini diterima dengan baik oleh Rasulullah.

 

Bahkan, Nabi SAW sampai-sampai bersabda, Makkah telah melepas jantungjan tung hatinya kepada kita.

Amr bin 'Ash melakukan sumpah setia setelah Khalid bin Walid kepada Rasulullah. Namun, sebelum itu, ia mengatakan, Wahai Rasulullah, saya akan berbaiat kepada Tuan, asalkan Allah mengampuni dosa-dosaku yang telah lalu.

Wahai Amr, berbaitlah. Karena, Islam menghapus dosa-dosa yang sebelumnya, sambut Rasulullah SAW. Sejak masuk Islam, tidak ada yang menyurutkan langkahnya demi menegakkan panji-panji tauhid.

Amr bin 'Ash wafat dalam usia sekitar 90 tahun. Sebelum mengembuskan napas terakhirnya, ia memanggil anaknya, Abdullah, agar mendengarkan petuahnya. Kala itu, Abdullah mendapati sang ayah sedang menangis.

Wahai, ayahku. Bukankah Rasulullah telah mengabarkan kabar gembira kepada engkau? tanya Abdullah dengan nada pelan.

Amr bin 'Ash menjawabnya dengan terbata-bata,Anakku, aku te lah mengalami tiga tahap dalam hi dupku. Awalnya, aku termasuk para pembenci Rasulullah. Saat itu, betapa bahagianya aku jika sampai bisa menangkap dan membunuh beliau dengan tanganku sendiri. Seandainya Allah mewafatkanku ke tika itu, pasti aku termasuk penghuni neraka.

Namun, Allah kemudian menghadirkan rasa cinta di dalam hatiku ke pada Islam. Maka aku menda tangi Nabi SAW. Aku berkata kepada beliau, 'Ulurkan tanganmu. Aku akan membaiat engkau.' Rasulullah kemudian mengulurkan tangan kanan beliau. Namun, kemudian aku menahan sebentar tanganku.

'Ada apa, wahai Amr?' tanya beliau. Aku menjawabnya, 'Aku ingin engkau memberikan satu syarat kepadaku.''Apa syarat yang engkau inginkan?' tanya Rasulullah kemudian. 'Aku ingin agar dosa-dosaku di masa lampau diampuni Allah,' jawab ku. Maka Rasulullah bersabda,

'Apakah engkau tidak mengetahui, Islam menghapus dosa-dosa yang telah lalu (sebelum memeluk Islam Red)? Demikian pula hijrah, menafikan kesalahan-kesalahan yang sudah lalu? Demikian pula ibadah haji, menyucikan dosa yang lalu?' Amr bin 'Ash melanjutkan pe nuturannya.Tidak ada satu orang pun yang lebih kucintai daripada Rasulullah.

Kedua mataku selalu mem bayangkan diri beliau. Aku selalu segan bila berhadapan mata dengan beliau karena aku sangat menghormati beliau. Bila kiranya aku diminta menjelaskan bagaimana fisik beliau, mungkin aku tidak akan mampu. Jika aku wafat, aku ber harap masuk sebagai penduduk surga kelak.

Saat kalian menguburkanku, dan melempariku dengan tanah makam, kalian berdiri sebentar di dekat makamku. Maka, aku menunggu apa yang aku akan jawab dari pertanyaan utusan (malaikat) Tuhanku. Ini merujuk pada riwayat Muslim dalam kitabnya, al-Iman.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement