Ahad 15 Jun 2014 07:52 WIB

Pilih Hisab atau Rukyat? (3-habis)

Rukyatul hilal
Foto: Antara/Saiful Bahri
Rukyatul hilal

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Hafidz Muftisany

Keputusan pemerintah bisa menghilangkan silang pendapat.

Nahdlatul Ulama juga memakai pendapat dari kalangan al-Malikiyah di mana jika imam atau penguasa mengetahui adanya hilal berdasarkan hisab maka tidak wajib diikuti karena bertentangan dengan ijma' ulama salaf.

Namun, Nahdlatul Ulama tidak menerima rukyat dengan daerah waktu (mathla') yang berbeda dengan Indonesia.

MUI dalam hal ini lebih cenderung agar setiap kelompok mengikuti keputusan pemerintah dalam hal ini Kementerian Agama.

Metode yang dipakai sekaligus antara hisab dan rukyat. Keputusan yang diambil pemerintah berlaku secara nasional.

MUI juga menekankan pentingnya umat Islam di Indonesia untuk menaati ketetapan pemerintah tentang penetapan awal bulan Qamariyah. MUI dalam hal ini menjadikan Pemerintah RI sebagai ulil amri.

Allah SWT berfirman dalam surah an-Nisa ayat 59, "Hai orang-orang beriman, taatlah kepada Allah dan taatlah kepada Rasul dan ulil amri di antara kamu."

Dalam sebuah hadis, Rasulullah SAW bersabda, "Wajib bagi kalian untuk taat kepada pemimpin meskipun yang memimpin kalian adalah sahaya dari Habsyi." (HR Bukhari).

Dalam sebuah kaidah fikih juga dipaparkan, "Keputusan pemerintah itu mengikat dan menghilangkan silang pendapat."

Namun, meski begitu, MUI memfatwakan pemerintah wajib untuk berkonsultasi dengan MUI dan Ormas-ormas Islam sebelum memutuskan awal bulan Ramadhan.

Dalam rukyat yang dilakukan pun, pemerintah bisa menerima hasil rukyat dari luar wilayah Indonesia yang memiliki mathla' sama dengan Indonesia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement