Sabtu 27 May 2017 21:23 WIB

Cermin Keindahan Islam

Dakwah
Foto: Dok. Republika
Dakwah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kasus maksiat yang terjadi di tengah-tengah masyarakat tidaklah harus ditanggapi dengan frontal. Lihatlah betapa indah dan lembutnya akhlak Rasulullah SAW ketika menanggapi seorang Arab Badui yang buang air kecil di dalam masjid. Bayangkan saja, rumah Allah SWT dikencingi si Badui tersebut.

Betapa penghinaan dirasakan para sahabat Nabi ketika itu. Ada yang menghardiknya, bahkan hampir memukulinya.

Rasulullah SAW memerintahkan para sahabat untuk membiarkan si Badui menyelesaikan hajatnya. Setelah selesai, Rasulullah SAW pun tidak memarahinya. Beliau SAW meminta diambilkan seember air dan menuangkannya di tempat si Badui itu buang air kecil. Masjid Nabawi yang masih berlantaikan tanah pasir membuat air kencing si Badui bisa cepat diserap bumi, dan kasus pun selesai. (HR Bukhari).

Rasulullah SAW menasihati si Arab Badui dengan kata-kata yang lembut. Sabda Beliau SAW, "Sesungguhnya masjid ini tidak pantas untuk membuang benda najis atau kotoran. Masjid itu dibangun sebagai tempat untuk zikir kepada Allah, shalat, dan membaca Alquran." (HR Muslim).

Hikmahnya, jika saja para sahabat membentak atau memukuli si Arab Badui yang tengah buang air kecil tersebut, tentulah air kencingnya akan menyebar ke mana-mana. Setelah itu, Arab Badui yang tak mengerti pendidikan itu akan tersinggung dan marah pula. Akhirnya, satu masalah bisa melebar menjadi beberapa masalah.

Inilah yang disayangkan dengan sikap para mubaligh yang frontal dalam dakwahnya. Karena tidak sabar dalam berdakwah, akhirnya masalah yang semula hanya satu, bisa melebar ke mana-mana. Bukannya menyelesaikan masalah umat, malah jadi menambah masalah. Harusnya, para mubaligh belajar dari akhlak Rasulullah SAW dalam menyikapi seorang Arab Badui tersebut.

Berlaku lemah lembut adalah cermin keindahan Islam dalam diri seorang Muslim. Inilah yang dipesankan Imam Hasan al-Bashri. Berlaku lemah lembut merupakan akhlak Nabi Muhammad SAW sebagai tujuan beliau diutus ke muka bumi. Sebagaimana sabda Beliau SAW, "Sesungguhnya tidaklah aku diutus kecuali untuk menyempurnakan akhlak yang mulia." (HR Bukhari, Ahmad, dan al-Hakim).

Berdakwah dengan cara yang lembut dan santun adalah kewajiban dan suatu keniscayaan bagi para mubaligh. Mubaligh yang menyampaikan syiar Islam dengan cara yang frontal dan kasar berarti keliru dalam memahami Alquran. Allah SWT menyebutkan etika berdakwah ini dalam firman-Nya, "Serulah (manusia) kepada jalan Rabbmu dengan hikmah (lemah lembut) dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik." (QS an-Nahl [16]: 125).

Para mualaf yang terkesan dengan Islam karena melihat ada keindahan dalam Islam. Salah satunya, keindahan yang mereka lihat dari akhlak para pemeluknya. Akhlak Islami yang lembut, santun, dan ramah menjadi kesan tersendiri di hati mereka hingga akhirnya memutuskan untuk memeluk Islam. 

Orang tidak peduli dengan sehebat apa pun ibadah seorang mubaligh. Kendati ia shalat Tahajud sepanjang malam, puasa sepanjang hari, naik haji setiap tahun, hingga suka bersedekah dan membaca Alquran, tetap saja hal itu tak mendatangkan simpati dari mad'u. Tetap saja yang dilihat mad'u adalah kepribadian seorang mubaligh. Dakwah tidak hanya lantang di atas mimbar, tetapi bisa indah dilihat dalam pergaulan. n ed: hafidz muftisany

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement