Jumat 26 May 2017 19:00 WIB
Belajar Kitab

Al-Munqidz Min Ad-Dlalal: Penyelamat dari Kesesatan

Rep: Syahruddin el-Fikri/ Red: Agung Sasongko
Ilustrasi Kitab Kuning
Foto: Republika/Prayogi
Ilustrasi Kitab Kuning

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Imam Abu Hamid bin Muhammad al-Ghazali (1058-1111 M), dikenal sebagai seorang tokoh Muslim dengan segudang julukan. Mulai dari ahli fikih (faqih), pakar filsafat (filsuf), hingga pakar tasawuf (sufi). Saking banyaknya bidang ilmu yang dikuasai, masyarakat pun kesulitan menempatkan tokoh ini dalam bidang tertentu.

Ada yang menempatkannya sebagai ahli fikih, ada pula yang menempatkan pada bidang filsafat, sufi, dan lain sebagainya. Kebingungan orang inipun, ternyata dialami sendiri oleh sang pelaku. Berbagai predikat dan ilmu yang dimilikinya, membuat ia kesulitan untuk memokuskan satu bidang yang mampu mendekatkannya kepada Allah dan nikmatnya berhubungan atau bertemu dengan Sang Pencipta.

Diceritakan, al-Ghazali kebingungan saat memasuki tahap perbuatan (amal). Ia dihadapkan pada dua pilihan, yakni memasuki pengamalan batin (hati) dengan meninggalkan semua atribut keduniawian seperti fasilitas dan kedudukan, atau mempertahankan fasilitas dan kedudukan itu, tanpa memasuki pengalaman batin.

Karena pilihan yang teramat sulit ini, Al-Ghazali pernah mengalami sakit selama enam bulan untuk menentukan pilihan. Ia memasrahkan semuanya kepada Sang Pencipta dan berjalan apa adanya. Namun, dari sini, muncul kecenderungan baginya untuk mengambil satu jalan dari dua pilihan itu, yakni tenggelam dalam pengalaman batin dan meninggalkan urusan keduniawian.

Berdasarkan pilihan tersebut, maka dunia pun mengenalnya sebagai seorang tokoh sufi dan filsuf ternama. Buku atau karyanya, telah cukup merefresentasikan dari ketokohan seorang al-Ghazali, dalam bidang yang ditekuninya. Karya-karyanya dalam bidang tasawuf ini sangat banyak.

Bahkan, yang paling populer adalah Ihya Ulum ad-Din, Bidayah al-Hidayah, Misykat al-Anwar, al-Risalah al-Laduniyyah, al-Kasyfu wa al-Tibyan fi Ghurur al-Khalq Ajma'in, Minhaj al-'Abidin, dan al-Munqidz Min ad-Dlalal. Ini menunjukkan, luasnya pengetahuan dan pengembaraan batin dari seorang tokoh yang bernama al-Ghazali ini.

Tentu saja, tiap-tiap kitab yang ditulisnya itu, berbeda-beda dalam menempatkan dirinya sebagai seorang penganut sufi. Misalnya, karyanya yang berjudul Ihya Ulum ad-Din, ditulisnya saat ia menjalani kehidupan sufi. Penulisannya dimulai semenjak ia memutuskan untuk mengasingkan diri (uzlah) ke Damaskus.

Menurut Himajaya, dalam bukunya Mengenal al-Ghazali, ketika ia kembali mengajar di Baghdad, kitab Ihya Ulum ad-Din masih ia tulis. Suatu waktu yang sangat lama. Dan sembari menulis Ihya Ulum Ad-Din, al-Ghazali juga menyelesaikan lima buah karya lainnya.

Sementara itu, dalam bidang filsafat, ia menulis karya yang berjudul Tahafat al-Falasifah (Kehancuran Filsafat, Sanggahan terhadap filsafat). Dalam bidang ini, ia melihat ada kemandulan metodologi dari banyak pemikir dalam menjelaskan tentang hakikat kebenaran.

Menurut al-Ghazali, para filsuf itu cenderung menggunakan akal semata ketimbang mengedepankan nilai-nilai agama dalam pemikirannya. Pada batiniyah, ia melihat kekeliruan, karena dengan konsep at-ta'lim, peran pengalaman, pengamatan, dan akal manusia sebagai alat-alat menemukan kebenaran dalam kitab suci, sangat terabaikan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement