Ahad 30 Apr 2017 14:22 WIB

Ketika Agama Menjadi Kebutuhan Para Artis

Pengajian artis yang dipandu oleh Ustadz Ahmad Al-Habsyi (ilustrasi).
Foto: Republika/M Sakir
Pengajian artis yang dipandu oleh Ustadz Ahmad Al-Habsyi (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, Dulu, pada Jumat (29/3/1996), sekitar 50-an artis -- yang laki-laki mengenakan peci hitam dan yang perempuan memakai busana panjang menutup aurat dan kepala berkerudung -- duduk bersila di sebuah ruangan sejuk berpermadani. Mereka ada yang menunduk khusuk, dan ada pula yang memandang tajam ke depan. Para artis itu tidak sedang memerankan sebuah adegan dalam sebuah film atau sinetron. Tapi, mereka tengah memerankan dirinya sendiri, dengan meningkatkan ketakwaan lewat ceramah agama yang masih disampaikan dai 'sejuta umat' KH Zainuddin MZ.

Itulah sekilas suasana pengajian kaum artis yang diselenggarakan di kediaman penyanyi melankolis Nia Daniaty, di perumahan elit Kalibata Indah, Jakarta Selatan, saat Ramadhan. Kelompok pengajian yang diberi nama Majelis Taklim Arafah ini memang dimotori oleh Nia Daniaty. Di antara pengurusnya terdapat sederet penyanyi dan artis kondang, seperti Sundari Sukoco, Ismi Azis, Yana Yulio, Cut Yanthi, Mega Silvia, Norma Yunita, dan masih banyak lagi. Sedang pelindungnya yang sekaligus pengisi rutin ceramah, antara lain KH Zainuddin, KH Abdurahman Wahid (Gus Dur), dan Toto Tasmara, eksekutif di perusahaan Humpuss Group yang sering membina pengajian di kalangan remaja dan pemuda ibukota.

Majelis Taklim Arafah yang berdiri bulan Nopember tahun lalu (1995), hanyalah salah satu dan sekaligus melengkapi berbagai kelompok pengajian di kalangan artis, yang dalam beberapa tahun terakhir semakin marak. Sebelumnya, sekadar menyebut contoh, telah berdiri pengajian An-Nahl sejak 9 tahun lalu. Pengajian ini dikelola Mark Sungkar dan sejumlah artis ibukota lainnya, seperti Dr Amiroso Katamsi, Kaharuddin Syah, Mukhsin Alatas, almarhum Nizmah Zaglusah, Piet Pagau, dan Dra Lutfiah Sungkar. Lalu ada lagi kelompok pengajian ''Keluarga Besar Si Doel'' yang dipimpin oleh Rano Karno. Bulan Ramadhan 1996, para anggota pengajian yang juga kru film ''Si Doel Anak Sekolahan'' ini melaksanakan ibadah umrah. Dan akhirnya, mereka pun bisa akan melaksanakan ibadah haji.

Selain yang membentuk kelompok pengajian, masih banyak artis yang berkiprah di bidang dakwah secara sendiri-sendiri, seperti penyanyi Ivo Nila Kresna, yang sudah aktif sejak bertahun-tahun lalu. Lalu pelawak Miing dengan Bagito Group-nya, pelawak Komar yang memimpin kelompok ''Empat Sekawan''. Juga masih dalam kelompok pelawak, Cahyono dewasa ini lebih banyak berkecimpung dalam bidang dakwah ketimbang profesinya sebagai pelawak. Sedangkan penyanyi dangdut A. Rafiq, mengaku, sekalipun dia masih tetap sebagai penyanyi, tapi kegiatannya sekarang lebih banyak di bidang dakwah. Hal ini juga dialami oleh si raja dangdut H Rhoma Irama.

Kesibukan para artis berdakwah itu, sangat terasa, ketika sepekan ini Republika ingin mewawancarai mereka. Untuk mewawancarai Cahyono, A. Rafiq, dan Komar, misalnya -- meski hanya lewat telepon, harus menunggu berhari-hari, karena mereka tengah tour dakwah di berbagai kota di luar Jakarta. Sedangkan Rhoma Irama, sampai tulisan ini dibuat (27/3) tidak berhasil diwawancarai, karena, menurut penerima telepon di rumahnya, sedang berdakwah di Jawa Tengah.

Lalu, apa yang sebenarnya mendorong para artis itu berkiprah dalam berbagai kegiatan keagamaan, sebuah dunia yang mungkin tampak oleh orang luar sangat bertolak belakang dengan dunia mereka yang penuh hura-hura dan glamor? Menurut Mark Sungkar, dari segi psikologi atau kejiwaan, seseorang atau suatu kelompok -- termasuk di dalamnya para artis, setelah semua kebutuhan duniawi terpenuhi, akan bertanya: dari mana ini semua?

Dengan kata lain, kalau ia artis film misalnya, maka di luar ke'bintang'''annya ia adalah seperti manusia pada umumnya. Dalam hal ini, ia tak sedang memerankan posisi orang lain, tapi memerankan dirinya sendiri. Dan dalam memerankan dirinya sendiri itu, setumpuk persoalan dari yang ringan hingga yang pelik harus ia hadapi.

''Kalau yang bersangkutan adalah Muslim, maka segala persoalan itu akan segera diadukan kepada Allah SWT,'' lanjut Mark Sungkar. Karena itu, bagi pimpinan Majelis Taklim An-Nahl ini, kepedulian para artis terhadap pengamalan ajaran agama, bukan suatu hal yang baru, tapi lebih merupakan realisasi dari ajaran Islam yang lama dikenalnya dan baru kini diterapkan.

''Dalam situasi yang demikian, para artis mulai melihat, bahwa agama merupakan suatu kepatuhan, bukan lagi bersifat doktrin,'' lanjut Mark. Sundari, A. Rafiq dan Cahyono menambahkan, bahwa dunia artis adalah dunia yang penuh persaingan dan tak pernah sunyi dari segala cobaan. Kalau yang bersangkutan tidak kuat, bisa saja ia tergelincir.

Hal yang sama juga diungkap oleh Mark Sungkar. ''Di dunia kami (artis), sarat dengan kemanjaan dan maksiat. Bagi artis yang tidak kuat imannya, ketika dielu-elukan oleh pers, mereka gampang lupa diri dan takabur,'' tuturnya. ''Karena itu, kami sangat perlu membekali diri dengan agama,'' sambung Sundari.

Bahkan, menurut A.Rafiq, cobaan yang menimpa para artis itu terkadang semakin kencang, justru ketika mereka sedang mencoba konsisten dengan ajaran agama. Sebagai misal, masyarakat sering menuntut para artis yang memberikan nasehat keagamaan untuk tetap konsisten dengan ucapannya. ''Jadi tingkah lakunya setelah menjadi juru dakwah haruslah seirama dengan apa yang diucapkan ketika mereka berdakwah.''

Padahal sebagai artis, apalagi artis film dan sinetron, akting adalah dunianya. Dalam arti, seorang aktor atau aktris kalau ia ingin profesional harus mampu dan mau untuk melakukan berbagai peran, termasuk peran sebagai penjahat atau pelacur, misalnya. ''Yang penting kita tidak benar-benar melakukan kejahatan atau melacur,'' kata mereka.

Karena itu, Komar meminta kepada masyarakat agar fair dalam memberikan sorotan kepada artis yang berkiprah di bidang dakwah. ''Kita sering dituntut untuk hidup seperti orang-orang saleh, padahal tak sedikit dari mereka yang menjadi juru dakwah sendiri yang tingkah lakunya sering menyimpang. Anehnya, mereka seolah dimaafkan,'' katanya.

Sedang tentang kesan bahwa berbagai majelis taklim dari kalangan artis sangat eksklusif, hanya terbatas di kalangan mereka sendiri, Sundari memberi jawaban, ''Kalau kami mengundang masyarakat luas, akhirnya mereka lebih banyak mencurahkan perhatian kepada kami, bukannya kepada pengajian.'' Mark Sungkar menilai sah-sah saja kalau para artis mau mengadakan pengajian hanya di lingkungan kelompoknya sendiri.

Alasannya, karena pengertian agama mereka pada umumnya masih minim. Dengan belajar agama di antara kelompoknya sendiri, mereka bisa sangat bebas bertanya apa saja. ''Dengan berkelompok, mereka bisa lebih banyak menyerap pengetahuan agama.'' Sundari juga membantah, kalau kiprah para artis di bidang keagamaan lebih banyak untuk mencari popularitas. ''Tidak benar itu. Ini semua kami lakukan karena kebutuhan kami sendiri dan Lillahi Ta'ala,'' jelasnya.

Penyanyi keroncong, Sundari Sukoco dan Mark Sungkar, yang kini menjadi presiden direktur rumah produksi ''MF Entertainment'' juga membantah kalau kegiatan keagamaan mereka yang akhir-akhir ini semakin marak, dianggap sebagai trend. ''Karena kalau trend, sifatnya kan temporal,'' sanggah mereka.

Sundari Sukoco, yang menjadi bendahara dari pengajian Arafah lebih melihatnya sebagai kesadaran artis terhadap pengamalan ajaran agamanya dan sekaligus kepedulian kepada masyarakatnya. Menurutnya, hal ini dapat dibuktikan, selama empat kali pertemuan sejak berdiri Nopember lalu, para artis yang mengikuti pengajian Arafah tidak pernah berkurang, malahan bertambah banyak. Menurut Sundari yang pernah menjadi guru SMA 38 di Lenteng Agung, Jakarta Selatan ini, para artis itu juga manusia, yang haus akan ajaran-ajaran agama.

Sedang mengenai kepedulian kepada masyarakat, Sundari memberi contoh tentang kiprah pengajian Arafah, yang selama Ramadhan lalu telah menyantuni para yatim piatu, dengan mendatangi sejumlah panti asuhan di Ibukota. ''Insya Allah, bulan depan kami akan mengadakan tour ke berbagai tempat di Jawa, untuk menyantuni para dhuafa, termasuk para buruh,'' katanya. Untuk berbagai kegiatan sosial, menurut Sundari, para artis paling-paling hanya menerima bayaran untuk transpor dan penginapan, selebihnya untuk para dhuafa. ''Kami tidak lagi bersifat komersial untuk kegiatan-kegiatan sosial keagamaan,'' ungkap Sundari.

Dengan kegiatan-kegiatan sosial semacam itu, Sundari yakin, citra buruk tentang artis, hidup glamour, tidak peduli dengan masyarakat, hidup mewah, Insya Allah akan dapat dihilangkan. Kegitan semacam itu juga dilakukan oleh An-Nahl, yang setiap bulan menyantuni tidak kurang dari 40 janda yang tidak mampu, termasuk memberikan beasiswa kepada anak-anak mereka. Setiap tahun mengadakan khitanan masal bagi anak-anak miskin. Bahkan organisasi ini tengah menyiapkan untuk membangun sebuah rumah sakit, dalam kiprah kegiatan sosialnya itu.

sumber : Disarikan dari Pusat Data Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement