Sabtu 29 Apr 2017 21:58 WIB

Hidayat Nur Wahid: Dai harus Mampu Jawab Tantangan Global

Rep: Amri Amrullah/ Red: Teguh Firmansyah
Wakil ketua MPR Hidayat Nur Wahid.
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Wakil ketua MPR Hidayat Nur Wahid.

REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Di tengah arus globalisasi dan modernisasi yang tidak bisa dibendung, para pendakwah atau dai diminta terus siap hadapi tantangan perubahan zaman tersebut.

Hal inilah yang ditekankan Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid di hadapan para da'i peserta Dialog interaktif Ikatan Dai Indonesia (Ikadi) Sumatera Barat, Sabtu (29/4).

Menurut Hidayat, globalisasi dan modernisasi tidak bisa ditolak, keduanya memiliki dampak baik dan buruk. Karena itu salah satu caranya adalah harus dihadapi dengan berbagai antisipasi yang akan terjadi.

"Berita-berita dan kabar-kabar hoax terus mengisi ruang-ruang kita hingga ke kamar tidur melalui gadget modern termasuk stigma radikalise yang diarahkan ke Islam secara keseluruhan," katanya dalam peringatan Isra dan Mi'raj Nabi Muhammad SAW bertema "Dakwah dan Tantangan Global", di Kota Padang, Sumatra Barat.

Hidayat menilai, Rasulullah pun dahulu mengalami pula dampak globalisasi, apalagi di era Rasululah dulu ada dua kekuatan besar Persia dan Romawi. Kekuatan-kekuatan besar tersebut berupaya melakukan penetrasi pengaruhnya kepada dakwah Rasulullah tapi tidak sekalipun menggoyahkan Rasulullah.

"Perilaku Rasulullah wajib dijadikan teladan kita dalam menghadapai tantangan global. Para dai harus sadar akan hal ini dan terus berdakwah untuk mengeliminir bahkan menghilangkan stigma radikal kepada Islam," ujarnya.

Hidayat mengatakan, patut disyukuri di era globalisasi ini, rakyat Indonesia menghadapi era keterbukaan. Tak hanya kuat informasi tapi sekaligus hak-hak individual. 

Salah satu pelaksanaan hak-hak tersebut bisa menghasilkan sesuatu yang tidak terduga. Contohnya, seorang Presiden Austria terpilih melalui mekanisme terbuka meski melawan arus besar di Eropa dan Amerika yakni kelompok-kelompok anti imigran atau anti-Islam.

"Bahkan dalam pemililan PM Belanda, partai Geerts Wilders yang terkenal menjual anti-Islam dan antiimigran kalah.  Artinya, gerakan-gerakan anti-Islam, antiimigran dan lainnya sudah mulai terpinggirkan," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement