Kamis 27 Apr 2017 19:11 WIB

Menag Tutup Kongres Ulama Perempuan Indonesia

Rep: Lilis Sri Handayani/ Red: Agus Yulianto
 Menag RI, Lukman Hakim Saifuddin  menutup Kongres Ulama Perempuan Indonesia di Pondok Pesantren Kebon Jambu Al Islamy, Babakan Ciwaringin, Kabupaten Cirebon, Kamis (27/4).
Foto: Republika/Lilis Handayani
Menag RI, Lukman Hakim Saifuddin menutup Kongres Ulama Perempuan Indonesia di Pondok Pesantren Kebon Jambu Al Islamy, Babakan Ciwaringin, Kabupaten Cirebon, Kamis (27/4).

REPUBLIKA.CO.ID, CIREBON  -- Menteri Agama RI, Lukman Hakim Saifuddin,  menutup secara resmi Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) di Pondok Pesantren Kebon Jambu Al Islamy, Babakan Ciwaringin, Kabupaten Cirebon, Kamis  (27/4) sore. Kegiatan itu menghasilkan sejumlah hasil musyawarah keagamaan maupun penyampaian rekomendasi dari para ulama perempuan terhadap sejumlah masalah.

''Dengan mengucapkan hamdallah, Alhamdulillahirobbilalamin, kongres ini saya tutup secara resmi,'' tutur Lukman.

Lukman pun memberikan apresiasi yang besar terhadap terselenggaranya KUPI. Dia menilai, kongres ulama perempuan yang pertama kali di Indonesia dan dunia tersebut sangat luar biasa.

Lukman menilai, kongres itu tak hanya luar biasa dari isu-isu yang dibahasnya saja, namun juga dari rekomendasi yang dihasilkan. Termasuk juga proses hingga berlangsungnya KUPI.

 

''Sebagai Menag, saya berikan apresiasi yang setinggi-tingginya kepada inisiator, pemrakarsa, panitia dan seluruh peserta yang menghasilkan rumusan yang mudah-mudahan meningkatkan perempuan dan peradaban Indonesia dan dunia,'' kata Lukman.

Lukman pun mencatat,  kongres itu telah berhasil memperjuangkan keadilan mengenai relasi hubungan laki-laki dan perempuan. Dia menilai, hal itu adalah isu yang semakin memiliki urgensi dan tingkat relevansi yang tinggi.

Tak hanya itu, kongres tersebut telah mampu menghasilkan recognisi dan revitalisasi peran ulama perempuan. Para ulama perempuan yang hadir dari berbagai daerah di Indonesia juga mampu membangun jaringan yang lebih luas.

‘’Kongres ini juga telah berhasil meneguhkan dan menegaskan bahwa moderasi Islam harus senantiasa dikedepankan. Islam sebagai rahmatan lil  alamin, yang moderat, tidak menyudutkan posisi perempuan,’’ tegas Lukman.

Wakil Ketua DPD RI, GKR Hemas, yang juga hadir dalam acara itu mengaku bangga dan mengapresiasi KUPI. Dia berharap, maklumat dan rekomendasi yang dihasilkan KUPI dapat diimplementasikan oleh pemerintah dan disukseskan oleh ulama perempuan dan santri.

‘’Hari ini statement (rekomendasi KUPI) sangat menyejukkan hati karena akan melahirkan anak bangsa yang luar biasa, yang akan menyelamatkan kita dari masalah saat ini,’’ kata Hemas.

Hemas menambahkan, kongres itu sudah menghasilkan hal-hal yang muncul dari partisipasi yang cukup  baik untuk keindonesiaan, kebangsaan dan keislaman.  ’Acara ini memberikan gema yang besar untuk bangsa ini di mana ulama perempuan telah membuktikan tekad yang luar biasa,’’ tutur Hemas.

Sekretaris Umum Komite Pelaksana KUPI, Ninik Rahayu, mengungkapkan, kongres yang dimulai sejak 25 - 27 April 2017 itu berjalan dengan tumaninah. ''Dalam kongres ini tidak ada yang marah-marah apalagi sampai lempar-lempar kursi,'' tegas Ninik.

Ninik menjelaskan, kongres itu diawali dengan seminar internasional yang menghadirkan pembicara dari Indonesia dan sejumlah negara. Selain itu, adapula  seminar nasional yang menjadi ajang perjumpaan ulama perempuan dari berbagai daerah di Indonesia.

''Dalam seminar itu terjadi dialog hangat dan mencerahkan,'' ujar Ninik. Dalam KUPI, dihasilkan musyawarah keagamaan serta pemberian rekomendasi yang menyangkut tiga masalah. Yakni pernikahan anak, kerusakan lingkungan dan kekerasan seksual. Selain itu, adapula rekomendasi KUPI terhadap berbagai hal.

Ninik berharap, KUPI tidak berhenti pada pertemuan di antara ulama perempuan semata. Namun, seluruh peserta KUPI berharap agar hasil yang dirumuskan dapat diperjuangkan dan dilaksanakan oleh berbagai pihak yang terkait.

Ninik menambahkan, pelaksanaan KUPI mendapat sambutan luas dari berbagai pihak. Hal itu di antaranya terlihat dari banyaknya calon peserta yang mendaftar hingga mencapai 1.275 orang. Namun, akibat keterbatasan sarana, calon peserta yang bisa mengikuti kongres yang dilaksanakan pertama kali di Indonesia dan dunia itu hanya 574 orang peserta dan 185 orang pengamat.

Selain dari Indonesia, kegiatan itu juga diikuti para ulama perempuan dari 15 negara lainnya dari seluruh benua. Adapun ulama perempuan dunia yang hadir dalam kongres ittu di antaranya, Mossarat Qadeem (Pakistan), Zainah Anwar (Malaysia), Hatoon Al-Fasi (Saudi Arabia), Sureya Roble-Hersi (Kenya), Fatima Akilu (Nigeria), dan Roya Rahmani (the Ambassador of Afghanistan in Indonesia).

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement