Rabu 26 Apr 2017 09:35 WIB

Kasus Islamofobia Libatkan Pejabat Perbatasan AS Naik Seribu Persen

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Ani Nursalikah
Larangan masukanya wisatawa Muslim dari Donald Trump memicu protes besar-besaran di seluruh Amerika Serikat
Foto: Independent
Larangan masukanya wisatawa Muslim dari Donald Trump memicu protes besar-besaran di seluruh Amerika Serikat

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Jumlah insiden dugaan islamofobia yang melibatkan pejabat bea cukai dan perbatasan Amerika Serikat (AS) meningkat sekitar seribu persen sejak Donald Trump menjabat sebagai Presiden AS. Hal ini diutarakan oleh kelompok aktivis Muslim, The Council on American-Islamic Relations (CAIR) atau Dewan Hubungan Amerika-Islam.

CAIR mengatakan data awal terkait hal ini dikumpulkan dari laporan-laporan ke kantor cabangnya yang tersebar di seluruh AS. Dalam data tersebut, kasus terkait pejabat perbatasan AS yang melakukan profil terhadap Muslim menyumbang sekitar 23 persen dari jumlah kasus yang ditangani CAIR pada tiga bulan pertama 2017.

CAIR mencatat pada Januari hingga Maret 2017, terdapat 193 kasus islamofobia yang melibatkan pejabat perbatasan dan bea cukai AS. Sebanyak 181 kasus di antaranya terjadi setelah Trump menandatangani kebijakan tentang melindungi negeri dan melarang warga Muslim, terutama mereka yang berasal dari Timur Tengah, memasuki AS. Padahal pada 2016, CAIR hanya menerima aduan sekitar 17 kasus saja.

Direktur CAIR Corey Saylor mengatakan lembaganya cukup teliti dalam menyusun laporan terkait islamofobia yang melibatkan pejabat perbatasan AS ini. "Ini adalah insiden yang dilaporkan kepada kami dan yang kami periksa. Kami melihat ini dengan sangat hati-hati. Sekitar 50 persen (laporan) kami tolak," katanya seperti dilansir laman The Independent, Rabu (26/4).

Saylor mengatakan, tuduhan soal islamofobia kepada pejabat di perbatasan memang bukanlah hal baru di AS. Namun sejak Trump menjadi presiden, kasus tentang islamofobia, menurutnya, memang melonjak cukup tajam.

Walaupun dua perintah eksekutif Trump, terkait imigran dan larangan bagi penduduk mayoritas Islam memasuki AS telah dicabut sebagian oleh pengadilan, namun Saylor menilai hal tersebut tetap menjadi pemicu utama tingginya kasus islamofobia dalam beberapa bulan belakangan. "Saya tidak ragu lagi hal-hal ini saling berkaitan," ujarnya.

Secara pribadi, Saylor mengakui dan menghargai pekerjaan sulit yang harus diemban pejabat perbatasan dan bea cukai AS. Namun, ia meminta mereka melaksanakan tugasnya tanpa melanggar konstitusi AS. Misalnya, tidak mengajukan pertanyaan-pertanyaan tak masuk akal kepada imigran atau wisatawan Muslim yang hendak memasuki AS.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement