Senin 24 Apr 2017 09:51 WIB
Belajar Kitab

Fadlail Al-Auqat Ungkap Keutamaan Syaban

Ilustrasi Kitab Kuning
Foto: Republika/Prayogi
Ilustrasi Kitab Kuning

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sya'ban termasuk di antara bulan dihormati oleh Rasulullah. Salah satu cara penghormatan itu dilakukan dengan berpuasa di Sya'ban. Berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Abu Salamah, ia bertanya kepada Aisyah perihal puasa Rasulullah. Menurut Aisyah, Rasulullah kadang berpuasa di bulan itu dan di lain kesempatan pula tidak menjalankannya.

Tetapi, Aisyah menegaskan, ia tidak pernah melihat Rasulullah berpuasa sebulan penuh, selain pada Ramadhan, kecuali di bulan Sya'ban, sekalipun yang intensitasnya tidak terlalu tinggi. Kadang, Rasulullah berpuasa Sya'ban penuh dan kadang tidak. Tindakan ini diambilnya agar tidak muncul anggapan dari umatnya bahwa puasa di bulan itu wajib hukumnya.

Dalam riwayat lainnya, dijelaskan alasan Rasulullah berpuasa di bulan Sya'ban. Hadis yang dikisahkan oleh Anas bin Malik menceritakan bahwa Rasulullah pernah suatu ketika ditanya, Puasa apakah yang lebih utama di luar puasa Ramadhan?¡± Rasulullah menjawab, Waktu berpuasa yang utama selain Ramadhan adalah puasa Sya'ban.

Berpuasa di bulan itu, menurut Rasulullah, sebagai bentuk penghormatan untuk menyambut Ramadhan. Alasan penting lainnya, berpuasa Sya'ban sebagaimana yang disabdakan Rasulullah dalam riwayat Usamah bin Zaid amal ibadah Muslim diangkat dan ditunjukkan kepada Allah. Sayangnya, hal itu tidak diketahui baik oleh kebanyakan orang.

Lalu bagaimana dengan keberadaan hadis-hadis tentang keutamaan malam pertengahan Nisfu Sya'ban? Al-Baihaqi tak luput menyertakan keutamaan hari itu. Salah satunya adalah riwayat yang dinukil dari Mu'adz bin Jabal. Dalam riwayat itu disebutkan bahwa Allah SWT akan turun kepada hamba-Nya pada malam Nisfu Sya'ban, kemudian mengampuni mereka semua kecuali orang yang melakukan perbuatan syirik ataupun sihir. Riwayat lain menyebutkan, di malam itu Allah mengabaikan orang kafir dan para pendengki.

Kemudian, al-Baihaqi mengutip sebuah riwayat yang menyatakan tentang anjuran menghidupkan malam itu dengan berbagai amal kebajikan. Diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib, ia berkata, Rasulullah bersabda, jika datang malam pertengahan Sya'ban, maka hidupkanlah malamnya dan berpuasa di siang harinya.

Karena Allah SWT berfirman di masa itu, Adakah orang yang meminta ampunan? Maka, Aku akan mengampuninya. Adakah orang yang mencari rezeki? Maka, akan Kuberikan kepadanya. Adakah orang yang meminta? Niscaya, Aku penuhi permintaannya. Ingatlah, kondisi itu berlangsung hingga fajar menyongsong.

Al-Baihaqi memaparkan pula hadishadis yang berkaitan dengan keutamaan Ramadhan. Disebutkan dalam riwayat Abu Hurairah, tatkala bulan suci itu tiba, maka pintu-pintu surga akan terbuka. Sebaliknya, pintu-pintu neraka akan dikunci. Dan, setan akan dibelenggu.

Dalam riwayat Abu Hurairah yang lain, Rasulullah mengatakan, tatkala pintu surga itu dibuka, seseorang memanggil dan menyampaikan seruan, ¡±Wahai para pencari kebaikan, bersegeralah, dan wahai para pelaku keburukan cukupkanlah. Al-Baihaqi memaparkan anjuran untuk memaksimalkan waktu beribadah di sepuluh hari terakhir Ramadhan.

Rasulullah senantiasa menghidupkan sepuluh hari terakhir dan mengajak segenap keluarganya. Al-Baihaqi memaparkan juga riwayat tentang jumlah rakaat shalat tarawih di masa Umar bin al-Khattab atau sesudahnya. Berdasarkan riwayat As Saib bin Yazid, kala itu, Umar bin al-Khattab memerintahkan Ubai Bin Ka'ab dan Tamim Ad Dari untuk menunaikan tarawih 11 rakaat.

Tetapi, surat yang dibaca adalah suratsurat yang memiliki jumlah ayat tak kurang dari 200 ayat. Bahkan, diceritakan pelaksanaan tarawih kala itu hingga mendekati fajar. Riwayat yang sama datang dari Aisyah. Riwayat dari Ali bin Abi Thalib menyatakan bahwa ia dan beberapa sahabatnya menunaikan tarawih dua puluh rakaat ditambah witir tiga rakaat

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement