Ahad 23 Apr 2017 14:01 WIB
Mengenang 40 Hari Wafatnya KH Hasyim Muzadi

Hasyim Muda Jual Baju dan Kue Kering untuk Ongkos Mondok

Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Watimpres) KH Hasyim Muzadi melambaikan tangan kepada wartawan di Rumah Sakit Lavalette, Malang, Jawa Timur, Senin (16/1).
Foto: Antara/Ari Bowo Sucipto
Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Watimpres) KH Hasyim Muzadi melambaikan tangan kepada wartawan di Rumah Sakit Lavalette, Malang, Jawa Timur, Senin (16/1).

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Khariri Makmun*

Hari ini, Ahad (23/4), adalah 40 hari wafatnya KH Hasyim Muzadi. Rangkaian acara digelar sejak tadi pagi dan berakhir dengan pembacaan yasin dan tahlil, selepas Shalat Isya, nanti malam.

Kiai Hasyim Muzadi tumbuh dari keluarga biasa di Bangilan, Tuban, Jawa Timur. Ayahnya, Muzadi seorang pedagang tembakau dan ibunya Rumyati, ibu rumah tangga yang sehari-hari berjualan roti dan kue kering.

Hasyim kecil yang ulet merangkak menjadi anak muda yang memiliki talenta organisasi dan kecintaan yang begitu besar terhadap Nahdlatul Ulama (NU). Sehingga masa muda beliau dihabiskan untuk berkhidmat dalam organisasi NU baik di PMII, Ansor, PCNU, PWNU hingga PBNU.

Sejak berkiprah di Ansor, Hasyim muda oleh kawan-kawannya dianggap sebagai sosok organisatoris yang yang cerdas dan konseptor ulung yang mampu menjalankan apa yang ada dipikirannya menjadi sebuah gerakan, tak hanya untuk NU, tapi juga untuk Indonesia. Beliau juga dianggap mampu menjadi tokoh penggerak yang selalu memberi warna baru terhadap organisasi yang dipimpinnya.  

Oleh sebagian kalangan Kiai Hasyim dianggap satu-satunya tokoh NU yang pernah menjadi pemimpin NU mulai dari tingkat ranting sampai menjadi pucuk pimpinan PBNU. Proses panjang dilalui dengan segala ujian dan tantangan membuat Hasyim muda berkembang menjadi tokoh yang kuat, mengakar dan berkarakter. Ketokohan Kiai hasyim menjadi Inspirasi bagi generasi muda NU ke depan untuk menjadi tokoh besar dan berwawasan luas butuh proses panjang.

Beliau lahir, di Bangilan, Tuban pada 8 Agustus 1944, setahun sebelum Indonesia merdeka. Nama Lengkap Kiai Hasyim adalah Ahmad Hasyim Muzadi dan kemudian populer menjadi  Kiai Hasyim Muzadi. Lahir sebagai anak ketujuh dari delapan bersaudara. 

Hasyim mengenyam pendidikan pesantren semenjak masuk Pesantren Darussalam, Gontor, Ponoroga dari 1956–1962. Kiai Hasyim merupakan orang kedua dari Bangilan yang mondok di Gontor. Orang Bangilan pertama yang masuk pesantren Gontor, adalah sepupunya sendiri.

Setelah tamat dari Gontor, Kiai Hasyim belajar ke pesantren Senori, Lasem, Jawa Tengah. Hasyim kecil tumbuh dari kelauarga yang sederhana. Sejak kecil dia menjalani kehidupan yang serba sulit. Ayahnya seorang penjual tembakau dan ibunya penjual roti dan kue kering. 

Meski ekonomi keluarga yang pas-pasan, Hasyim kecil tak pernah mengeluh, ia jarang bercerita mengenai masalah yang dihadapi. Ia bisa menyelesaikan sendiri masalahnya. Ketika di Gontor, ia kehabisan bekal dan uang kiriman telat datang, untuk menghadapi situasi itu maka Hasyim menjual bajunya untuk mempertahankan hidup.

Masa-masa sulit ekonomi keluarga, pernah dialami Kiai Hasyim saat dirinya masih kecik. Bisnis tembakau ayahnya yang sempat sukses dan membuat ekonomi keluarga membaik, pada perkembangan berikutnya mengalami masa suram sehingga ekonomi keluarga di topang bisnis ibunya dengan berjualan roti dan kue kering. Saat berumur 12 tahun Hasyim mengayuh sepeda ontel sejauh 50 KM untuk mengambil bahan dan alat pembuat roti, karena saat itu belum ada kendaraan umum. 

Selain itu Hasyim juga memiliki tugas special keliling kampung untuk membeli telur ayam dari rumah warga untuk mensuplai kebutuhan bahan roti ibunya. Kebiasaannya mengambil telur membuatnya hafal, jadwal waktu ayam milik tetangganya, kapan waktu bertelur dan jumlahnya. Tugas untuk membantu bisnis ibunya sebagai penjual roti dijalankannya hingga selesai dari Pesantren Gontor.

Mengalami masa sulit dengan bekal uang yang sangat terbatas tidak menyurutkan Hasyim untuk belajar dengan tekun dan sungguh-sungguh. Dengan kesulitan yang dihadapi justru Hasyim menjadi santri berprestasi di Gontor dan matang menghadapi hidup.

Tamat dari Gontor kematangan Hasyim semakin terasah, bakat sebagai penceramah mulai kelihatan. Ketika di kampung ada hajatan maka Hasyim sering naik panggung menjadi penceramah dengan teknik dan kepandaian orasi yang mumpuni. 

Usai menimba ilmu di Gontor dan Pesantren Senori, Lasem. Hasyim berkelana ke Malang. Di Malang ini menjadi babak baru  sosok Hasyim sebagai aktifis, organisatoris dan tokoh pergerakan. Di kota Apel ini kemampuan organisasi hasyim ditempa dan diasah dengan baik. Dia aktif di semua level organisasi NU baik PMII, Ansor, Ketua Ranting NU dan ketua Cabang NU hingga menjadi anggota dewan.

 

* Khariri Makmun

Direktur Kerja Sama Luar Negeri ICIS dan Direktur Second Track Diplomacy Network

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement