Selasa 17 Oct 2017 14:00 WIB

Semangat Juang untuk Pribadi Muslim Mandiri

Rep: Ahmad Islamy zJamil/ Red: Agung Sasongko
Seorang santri menulis aksara Arab di sebuah papan bahasa/Ilustrasi
Foto: Republika
Seorang santri menulis aksara Arab di sebuah papan bahasa/Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Sejarawan Ahmad Mansur Suryanegara mengungkapkan, Resolusi Jihad yang diserukan oleh KH Hasyim Asy'ari dan para ulama pada waktu itu mampu mengumpulkan sedikitnya 400 ribu santri. Mereka bersama-sama membentuk ke lompok milisi bernama Hiz boellah untuk melawan NICA dan tentara Sekutu.

Kendati demikian, kata Mansur, jihad kaum santri me lawan penjajah ketika itu sempat mendapat penolakan dari Peme rintah RI. Sebab, Perdana Men teri Sjahrir selaku pemimpin RI lebih memilih untuk menggunakan jalur diplomasi dalam menghadapi Belanda, alih-alih mengangkat senjata.

Meski mendapat penolakan dari Sjahrir, Resolusi Jihad ter nyata mendapat sambutan an tusias dari kaum santri dengan semangat tempur yang mem bara. Serangan yang mereka la kukan di Surabaya bahkan mampu menewaskan pimpinan tentara Sekutu, Brigjen AWS Mallaby, dalam satu pertempuran yang berlangsung pada 30 Oktober 1945.

"Sayangnya, di masa sesudahnya, terjadi deislamisasi dalam proses penulisan sejarah republik ini. Peran para ulama dan santri dalam pertempuran di Surabaya ditiadakan. Sebagai gantinya hanya dituliskan de ngan nama baru, yakni Arek- Arek Suroboyo," tutur Mansur yang juga guru besar ilmu seja rah di Universitas Padjadjaran Bandung itu.

Sekretaris Pondok Pesantren Musthafawiyah Purbabaru, Su matra Utara, Ustaz Munawir Kholil mengatakan, Resolusi Jihad yang digagas KH Hasyim Asy'ari mesti dimaknai oleh para santri dewasa ini sebagai semangat juang untuk menjadi pri badi-pribadi Muslim yang mandiri. Semangat itulah yang selalu ditanamkan oleh lembaganya kepada anak-anak muda yang menimba ilmu di ponpes terbesar di Sumatra tersebut.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement