Selasa 28 Mar 2017 22:00 WIB

Kisah Tiga Orang Saleh

Takwa (ilustrasi).
Foto: alifmusic.net
Takwa (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Alkisah, di masa lalu terdapat tiga orang Mukmin yang pribadinya amat saleh. Mereka berasal dari golongan bani Israil yang amat patuh dan taat pada perintah Allah. Mereka menjauhi larangan-Nya dan takut terhadap azab. Mereka mementingkan keridhaan Allah ketimbang kenikmatan dunia.

Suatu hari, tiga orang tersebut melakukan perjalanan. Hingga di tengah perjalanan, ketiganya didera hujan deras. Mereka pun kemudian berlari dan berlindung di sebuah goa di kaki gunung. Namun, saat ketiganya telah berada di dalam goa, tiba-tiba sebuah batu besar jatuh dan menutup pintu goa. Paniklah ketiganya. Batu tersebut amat besar dan berat hingga sulit dipindahkan. Mereka tak akan mampu keluar kecuali dengan pertolongan Allah.

Berkatalah salah seorang di antara mereka, "Pikirkanlah amalan saleh yang pernah kalian kerjakan karena Allah. Kemudian, berdoalah kepada Allah dengan amalan saleh tersebut. Mudah-mudahan Allah menyingkirkan batu itu dari kita," ujarnya kepada dua temannya.

Maka mulailah mereka berpikir dan mengingat amalan kebajikan apa yang pernah mereka lakukan dengan niat tulus kepada Allah. Segeralah mereka bertawasul dengan amalan mereka. Mereka menjadikan amalan sebagai perantara dikabulkannya doa.

Orang saleh pertama bertawasul dengan amalan baktinya kepada orang tua. Ia merupakan seorang penggembala miskin yang berkewajiban menafkahi kedua orang tua, istri, dan anak-anak yang masih kecil. Setiap pulang menggembala, ia memerah susu untuk diberikan kepada keluarganya tersebut.

Setiap hari, ia melakukannya secara rutin dengan memberikan susu kepada kedua orang tuanya lebih dahulu, baru kemudian anak dan istrinya.

Suatu hari, ternak si penggembala berlari jauh dari tempat merumput biasa. Akibatnya, ia pulang ke rumah setelah matahari terbenam. Seperti biasa, ia memeras susu dari ternaknya. Namun, ketika tiba di rumah, orang tuanya telah tertidur lelap.

Bukan memberikan kepada anaknya, si penggembala justru menunggu orang tuanya terbangun, sementara anak-anaknya menangis meminta susu tersebut karena lapar. "Aku tidak suka memberi minum anak-anakku sebelum kedua orang tuaku meminumnya," ujar si penggembala.

Ia terus menunggu dengan perasaan iba kepada anaknya hingga fajar menyingsing. "Seperti itulah kondisiku dan anak-anakku hingga terbit fajar. Ya Allah, jika Engkau tahu bahwa aku melakukannya karena Engkau, karena mengharap wajah-Mu, maka bukakanlah dari batu ini satu celah untuk kami agar dapat melihat langit," pintanya kepada Allah. Akhirnya, di batu yang menutup rapat pintu goa itu terbuka sebuah celah.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement