Selasa 28 Mar 2017 20:14 WIB

DKM Al-Ijtihad tidak Larang Pengurusan Jenazah Pendukung Ahok

Rep: Dea Alvi Soraya/ Red: Agus Yulianto
Pengendara melintas di bawah spanduk larangan menyolatkan jenazah pendukung dan pembela penista agama yang terpasang di Masjid Al-Jihad, Setiabudi, Jakarta (Ilustrasi)
Foto: Republika/Prayogi
Pengendara melintas di bawah spanduk larangan menyolatkan jenazah pendukung dan pembela penista agama yang terpasang di Masjid Al-Jihad, Setiabudi, Jakarta (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Diduga memasang spanduk berbau SARA, Kuasa Hukum DKM Al Ijtihad berikan Klarifikasi. Kuasa Hukum DKM Al Ijtihad, Helmi Jufri menuturkan, kasus ini berawal dari permintaan jamaah masjid agar pengurus DKM untuk membuat juga spanduk yang sama seperti masjid lain untuk tidak menyolatkan jenazah orang munafik akibat memilih pemimpin non-Muslim.

"DKM Al Ijtihad mengapresiasi permintaan tersebut dan mengabulkannya, dengan memasang spanduk di pagar masjid sejak Jumat (10/3) sekitar pukul 08.00 WIB," ujar Helmi, Selasa (28/3).

Anggota Pusat Advokasi Hukum dan Hak Asasi Manusia Indoensia (PAHAM) ini mengatakan, setelah beberapa minggu terpasang, salah seorang RW yang merupakan pelapor, meminta DKM untuk melepas spanduk tersebut. Pelapor merasa pesan yang tertera di spanduk mengandung pesan yang mendiskriminasi.

Menurut Helmi, pengurus DKM tidak mengira spanduk yang dipasangnya akan dilaporkan ke Polisi. Anggota DKM dan jamaah Masjid Al Ijtihad menganggap ini adalah bentuk ibadah untuk menjalankan perintah Allah.

"Spanduk itu bukan berarti masjid melarang siapapun yg ingin menyolatkan jenazah pemilih pemimpin non-muslim. DKM hanya memasang ayat Alquran di spanduknya, selanjutnya terserah jamaah apakah ingin menyolatkannya atau tidak," ujar Helmi, Selasa (28/3).

Staff DKM Masjid Al Ijtihad, seperti Ketua DKM Asep Haris, Pengawas DKM Rozali, dan Humas DKM Romzi menerima surat panggilan dari Polsek Tanjung Barat sebagai saksi kasus yang diduga telah melakukan tindak pidana kejahatan terhadap ketertiban umum dan menunjukan kebencian kepada orang lain sebagaimana dimaksud dalam pasal 157 KUHP Jo Pasal 16 UURI No 40 Tahun 2008.

"Baru kemarin (27/3) pemeriksaan pertama di Polres Tanjung Duren," ujar Helmi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement