Selasa 28 Feb 2017 14:48 WIB

Habib Rizieq: Di Wilayah Mayoritas Muslim, Wajib Pilih Pemimpin Islam

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Agus Yulianto
Terdakwa kasus dugaan penistaan agama Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama memperhatikan Habib Rizieq saat menjalani sidang yang digelar oleh Pengadilan Negeri Jakarta Utara di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa (28/2).
Foto: Republika/ Raisan Al Farisi
Terdakwa kasus dugaan penistaan agama Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama memperhatikan Habib Rizieq saat menjalani sidang yang digelar oleh Pengadilan Negeri Jakarta Utara di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa (28/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Saksi ahli agama Islam yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum dalam sidang ke-12 kasus dugaan penodaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, Habib Rizieq Shihab menjelaskan, makna kata aulia seperti yang tercantum dalam Surah al-Maidah ayat 51.

Menurut Rizieq, makna aulia merupakan bentuk jamak dari kata dasar 'wali'. Kata tersebut memiliki beragam arti, di antaranya teman setia, penolong, pelindung dan juga pemimpin. Namun dalam tafsir, kata aulia atau wali tersebut memiliki makna hukum yang sama yakni larangan memilih orang kafir sebagai pemimpin.

"Dalam tafsir ada yang memaknai berbeda. Tafsir salaf dan khalaf apakah itu diartikan teman setia, penolong, pelindung atau pemimpin, diartikan bahwa ayat tersebut sah larangan memilih orang kafir menjadi pemimpin," kata Rizieq menjawab pertanyaan JPU dalam ruang persidangan di Auditorium Kementerian Pertanian, Ragunan, Jakarta Selatan, Selasa (28/2)

Sehingga, sambung Rizieq, bila teman setia dilarang, maka pemimpin pun dilarang.  "Kalau jadi teman setia dilarang apalagi pemimpin. Kalau orang kepercayaan saja tidak boleh. Ayat ini sah sebagai dalil larangan memilih pemimpin kafir," ucapnya.

 

Rizieq melanjutkan, bila di suatu wilayah mayoritas muslim, maka wajib bagi mereka memilih pemimpin yang beragama Islam. Namun, bila di suatu wilayah tersebut umat Muslim-nya minoritas, maka boleh seorang Muslim memilih pemimpin nonmuslim.

"Dalam keadaan apapun, umat Islam tidak boleh memilih pemimpin nonmuslim kecuali darurat. Misal tinggal di negara non-Muslim di Amerika, dia harus pilih pemimpin nonmuslim yang bisa memberikan kebaikan untuk umat Muslim," ujar Rizieq.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement