Selasa 28 Feb 2017 04:00 WIB
Belajar Kitab

Al-Asybah Wa An-Nazhair, Cara Mudah Menggali Hukum Islam

Rep: Nashih Nasrullah/ Red: Agung Sasongko
Sejumlah buku-buku Islami termasuk kitab usul fikih yang dipajang di sebuah toko buku.
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Sejumlah buku-buku Islami termasuk kitab usul fikih yang dipajang di sebuah toko buku.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kompleksitas persoalan yang berkembang di tengah-tengah umat membutuhkan jawaban yang logis dan syar'i. Masalahnya, ternyata tidak semua kasus baru yang muncul sudah ditegaskan dalam teks secara tersurat, baik nash Alquran maupun Sunah. Di saat yang sama, kejadian dan peristiwa terus bertambah seiring perjalanan waktu. Dorongan kuat untuk berijtihad dan beranalogi menggunakan kaidah-kaidah yang didasari kedua sumber hukum Islam akhirnya mutlak diperlukan.

Dalam sebuah surat resmi yang ditulis untuk hakimnya, Abu Musa Al-Asyari, Umar bin Khattab menegaskan, pentingnya mengomparasikan kasus-kasus yang sama atau berbeda kemudian menarik titik temu dan kesamaan illat, latar belakang kejadian, dan maksud dari hukumnya. Upaya tersebut dilakukan guna mendapatkan benang merah dari sejumlah kejadian. Selain itu, unsur-unsur berijtihad juga perlu diperhatikan agar meminimalisasi kesalahan pada setiap fatwa yang diputuskan.

Kondisi seperti ini memicu sebagian ulama untuk membuat kaidah-kaidah fikih yang bisa dijadikan panduan pengambilan hukum kaidah-kaidah tersebut yang berbeda dengan kaidah usul fikih.

Perbedaan antara kedua disiplin itu, menurut Syihabuddin Al-Qurafi dalam kitabnya Al furuq, terletak pada objek bahasan. Usul fikih membahas dalil-dalil berikut aplikasinya untuk merumuskan putusan hukum tertentu. Sedangkan, kaidah fikih diambil dari kasus yang sering terjadi--terutama yang berkaitan dengan perbuatan mukalaf--sesuai dengan kaidah yang berlaku dalam usul fikih.

Adalah Abu Thahir Ad-Dabbas, seorang alim bermazhab Hanafi abad ke-4 Hijriyah, sosok yang pertama kali mengumpulkan kaidah fikih. Ad-Dabbas menguraikan sebanyak 17 kaidah fikih yang dapat dipakai dalam perbandingan masalah-masalah parsial lainnya. Kemahirannya menguasai kaidah fikih, mengundang ketertarikan berbagai kalangan, sekalipun mereka berasal dari mazhab yang berbeda. Abu Sa'ad Al-Harawi, misalnya, meskipun bermazhab Syafii, dia mempelajari kaidah-kaidah fikih dari Ad-Dabbas.

Di kalangan Mazhab Syafii, beberapa deretan nama ulama memberikan sumbangsih berharga. Misalnya, Izzudin bin Assalam mengarang Qawaid Al-Ahkam fi Mashalih Al-Anam dan Ibn Al-Wakil As-Syafi'i dengan kitabnya Al-Asybah wa An-Nazhair.

Kontribusi berarti disumbangkan oleh Jalaluddin As-Suyuthi (911 H/1505 M). Salah satu karya monumentalnya adalah Al-Asybah Wa An-Nazhair Fi Qawaid Wa Furu'i Fiqh Asy-Syafi'iyyah. Sebelum menulis Al-Asybah, As-Suyuthi terinspirasi oleh kitab yang lebih dulu ia tulis tentang standar dan kaidah fikih (Syawarid Al Fawaid fi Adh dhawabith wa al qawaid). Kitab tersebut mendapat sambutan luar biasa dari kalangan murid ataupun ulama. Di satu sisi, kehadiran kitab tentang kaidah yang cukup beragam--baik dari corak dan sistematika penulisan--mengilhami As-Suyuthi untuk membukukan kaidah-kaidah fikih secara lebih singkat, padat, dan sistematis.

Al-Asybah merupakan ringkasan dari kitab-kitab tentang kaidah fikih yang pernah ditulis sebelumnya. As-Suyuthi mengambil kaidah-kaidah terpenting yang terdapat di beberapa kitab, di antaranya Al-Majmu Al-Madzhab Fi Qawaid Al-Madzhab karangan Abu Said Al-Alai, Al-Asybah Wa An-Nazhair yang ditulis Tajuddin As-Subuki, dan Kitab Al Mantsur Fi Tartib Al Wawaid Al Fiqhiyyah karya Az-Zarkasyi.

Kendati kitab yang dikarangnya bukan entri baru di cabang ilmu ini, terutama yang bercorak Mazhab Syafii, As-Suyuthi unggul dalam beberapa hal. Selain Al-Asybah lebih ringkas, paparan yang disampaikan dilengkapi dengan analisis kritis dan komparasi antara pendapat yang merupakan ciri khas dan kepiawaian As-Suyuthi. Terkait referensi kitab fikih, As-Suyuthi menggunakan kitab fikih Mazhab Syafii terkemuka. Kitab yang sering dikutipnya adalah Raudhat At-Thalibin dan Al-Manhaj karangan An-Nawawi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement