Senin 20 Feb 2017 18:28 WIB

Empat Isi Khutbah Jumat yang Dianggap Meresahkan Menurut Menag

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Teguh Firmansyah
 Menteri Agama Lukman Hakim Saifudin (kiri) berbincang bersama Ketua Umum Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siradj (kanan) saat menghadiri pembukaan Rapat Kerja Nasional Lembaga Dakwah PBNU di Pondok Pesantren Al-Tsaqafah, Jakarta, Senin (20/2).
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Menteri Agama Lukman Hakim Saifudin (kiri) berbincang bersama Ketua Umum Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siradj (kanan) saat menghadiri pembukaan Rapat Kerja Nasional Lembaga Dakwah PBNU di Pondok Pesantren Al-Tsaqafah, Jakarta, Senin (20/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin memberikan klarifikasinya atas rencana sertifikasi dai yang belakangan banyak menuai pro dan kontra. Bahkan, klarifikasi itu disampaikan di depan dai-dai Nahdlatul Ulama (NU) saat memberi sambutan di acara Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Lembaga Dakwah (LD) PBNU.

"Ini bermula dari sejumlah umat yang datang berkali-kali, resah dan risau bahwa khutbah Jumat dan ceramah keagamaan penuh dengan konten-konten yang tidak patut," kata Lukman di Ponpes al-Tsaqafah, Senin (20/2).

Ia menuturkan, latar belakang pertama karena materi khutbah sudah mulai berisi hal-hal khilafiyah, tidak sekadar diangkat tapi mulai menyalahkan pihak-pihak lain. Sedangkan, shalat Jumat biasanya diikuti beragam jamaah, sehingga meresahkan paham-paham keagamaan.

Kedua, materi khutbah sudah mulai digunakan untuk menyalahkan dan malah mengkafirkan agama lain, sedangkan masjid sendiri berada di tengah masyarakat yang penganutnya beragam. Hal ini kerap membuat jamaah masjid sendiri resah, risau dan tidak nyaman mendengarnya.

Ketiga, materi khutbah sudah mulai digunakan untuk kepentingan praktis, mengarahkan jamaah memilih ini atau itu dan ini, mengingat Indonesia tengah memasuki masa Pemilihan Kepala Daerah. Ia menilai, ini tidak cuma terjadi di DKI Jakarta tapi daerah-daerah lain. "Jadi, secara eksplisit sudah mulai sering digunakan sebagai lahan politik praktis," ujar Lukman.

Terakhir, ia menambahkan, materi khutbah sudah mulai digunakan untuk menyalahkan ideologi bangsa, yaitu Pancasila, serta simbol-simbol negara, seperti bendera merah putih. Menurut Lukman, empat latar belakang itu yang membuat pemerintah dapat bersikap. "Saya pun merasa tidak boleh diam, karena itu mengancam sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara," kata Lukman.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement