Senin 13 Feb 2017 13:18 WIB
Belajar Kitab

Penjelasan tentang Air Laut dari Kitab Bulughul Maram

Rep: Reja Irfa Widodo/ Red: Agung Sasongko
Buku terjemah Bulughul Maram karya Al-Hafiz Ibnu Hajar Al-Asqalani.
Foto: sygmapublishing.com
Buku terjemah Bulughul Maram karya Al-Hafiz Ibnu Hajar Al-Asqalani.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Setiap Senin malam pada pekan-pekan ganjil di tiap bulan, pengurus Masjid Nur Ala Nur menggelar kajian. Kajian rutin tersebut membahas salah satu kitab yang menjadi rujukan utama dalam pengambilan keputusan hukum fikih dari hadis-hadis sahih, yaitu kitab Bulughul Maram karya Al Imam Al Hafidz Ibnu Hajar Al Asqolany. Kajian ini pun digelar di Masjid Nur Ala Nur, yang bertempat di Jalan Matraman Dalam III, Pegangsaan, Jakarta Pusat.

Kajian tiap Senin malam ini akan membahas kitab Bulughul Maram. Pemateri dalam kajian tersebut diisi oleh Ustaz Abu Ihsan Al Maidany. Pada awal pekan lalu, Senin (6/1) merupakan kajian perdana dari pembahasan kitab Bulughul Maram.

Kitab Bulughul Maram memang berisi hadis-hadis sahih yang telah dikumpulkan oleh Ibnu Hajar Al Asqolany dari sumber-sumber utama, seperti Shahih Al Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abu Dawud, Sunan At Tirmidzi, Sunan An Nasa'i, Sunan Ibnu Majah, dan Musnad Ahmad. Hadis-hadis itu pun berisi tentang dalil-dalil atau yang menjadi dasar pengambilan dalam hukum fikih.

 

Menurut Ustaz Abu Ihsan, kitab Bulughul Maram disusun secara sistematis oleh Ibnu Hajar Al Asqolany. Selain itu, kitab ini juga telah secara ringkas dalam memberikan penjelasan tentang hadis-hadis yang digunakan. Termasuk dalam validitas dari hadis-hadis tersebut. ''Jadi, tujuan utamanya beliau membuat buku ini seringkas dan sesederhana mungkin, tujuannya agar mudah dihafal oleh para penuntut ilmu, dan bisa bermanfaat untuk semua lapisan, baik pemula maupun yang telah ahli,'' kata Ustaz Abu Ihsan.

Kitab Bulughul Maram terdiri atas 16 Bab, yang diawali dari Bab Bersuci (Thaharah) hingga Bab kompilasi (Kitab Al-Jami). Selain itu, kitab ini memuat 1.596 hadis sahih, hasan, bahkan dhaif yang bertemakan fikih. Namun, Ibnu Hajar Al Asqolany juga memberikan penjelasan terhadap hadis-hadis yang dhaif.

Seperti kitab-kitab tentang hukum fikih, ujar Ustadz Abu Ihsan, bab pertama dalam kitab ini adalah tentang bersuci atau thaharah. Hal ini tidak terlepas dari Rukun Islam kedua, yaitu shalat. Karena itu, shalat menjadi pembahasan ibadah pertama di dalam Islam. Sehingga, pembahasan tentang shalat ini harus dimulai dari syarat-syaratnya.

''Dan syarat utama dalam ibadah shalat ini adalah thaharah atau bersuci karena sebelum kita mengerjakan shalat, kita diperintahkan untuk bersuci. Tidak boleh orang itu sengaja shalat tanpa berwudhu,'' ujar Ustadz Abu Ihsan.

Kemudian bab thaharah ini dibuka dengan penjelasan mengenai air. Dalam thaharah atau bersuci ini pada dasarnya menggunakan air. Meskipun di dalam Islam, bersuci juga bisa menggunakan debu atau tanah, asal dari thaharah itu adalah dengan menggunakan air. Jadi, thaharah adalah ikhtiar untuk menghilangkan hadas dan najis. "Sehingga, status seseorang itu berubah dari najis atau hadas menjadi suci. Dengan status suci itu, seseorang boleh dan dipersilakan melakukan ibadah. Ini juga menjadi adab saat kita datang menemui Allah SWT dalam keadaan suci, suci lahir ataupun batin,'' ujarnya.

Ustaz Abu Ihsan menjelaskan, dalam hukum fikih, air memiliki beragam jenis, antara lain air suci lagi mensucikan dan air suci tidak mensucikan. Dalam bab thaharah tentang air di kitab Bulughul Maram ini akan dijelaskan mengenai berbagai jenis air dan dalil-dalil yang mendasarinya untuk bisa digunakan. Hadis pertama di kitab Bulughul Maram, ujar Ustaz Abu Ihsan, adalah tentang hadis yang berdisi dalil tentang air laut dan bangkai hewan laut.

Hadis tersebut berbunyi, diriwayatkan dari Abu Hurairah, dia berkata, ''Rasulullah SAW bersabda tentang (air) laut. Laut itu suci airnya, bangkainya pun halal,'' Dari hadis ini, kata Ustaz Abu Ihsan, Nabi Muhammad SAW menjelaskan dua hukum, yaitu hukum air laut dan hukum hewan laut. Hukum keduanya adalah suci. ''Artinya, bangkai hewan laut boleh kita konsumsi dan halal kita makan. Adapun air laut boleh digunakan untuk berwudhu dan boleh digunakan untuk mandi junub, karena air laut itu suci dan dia dapat digunakan untuk menghilangkan hadas dan najis,'' kata Ustaz Abi Ihsan.

Sementara, untuk bangkai hewan laut, halal dan boleh dikonsumsi. Asalkan bukan bangkai binatang yang dilemparkan ke laut. Tidak hanya itu, bangkai hewan laut ini juga tetap halal dikonsumsi walaupun tidak berada di laut atau berada di darat. Jadi, menurut Ustaz Abu Ihsan, maksud dari hadis itu adalah hewan yang di hidup laut halal untuk dikonsumsi. Bukan bangkai hewan dari darat yang mengapung atau dilemparkan ke laut.

Berdasarkan keterangan dari Ibnu Hajar dalam kitab Bulughul Maram, hadis ini diriwayatkan oleh imam yang empat, yaitu Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa'i, dan Ibnu Majah. Selain itu, hadis ini juga diriwayatkan dan dilafalkan dari Ibnu Syaibah. Hadis ini juga telah disahihkan oleh Ibnu Khuzaimah, Tirmidzi, dan juga diriwayatkan oleh tiga imam mazhab fikih, Imam Malik, Imam Syafii, dan Imam Ahmad. ''Jadi, ini menjelaskan kepada kita kepopuleran hadis ini di kalangan imam-imam mazhab,'' ujar dia.

Ustaz Abu Ihsan mengungkapkan, hadis ini merupakan sebuah jawaban dari Nabi Muhammad SAW terhadap sebuah pertanyaan yang ditujukan kepada dia. Pertanyaan itu diajukan oleh seorang laki-laki yang baru selesai berlayar. Pada saat itu, dia mengaku, hanya membawa bekal air yang sedikit. Jika dia menggunakannya untuk berwudhu, maka dia akan kehausan. Apakah air laut bisa digunakan untuk berwudhu? Maka, Rasulullah SAW menjawab seperti yang tertera di dalam hadis tersebut.

Kajian rutin ini menjadi kajian perdana yang digelar oleh pengurus Masjid Nur Ala Nur. Menurut salah satu pengurus Masjid Nur Ala Nur, Andri, kajian ini digelar secara rutin setiap Senin malam. Andri pun menyebutkan kitab Bulughul Maram memang belum pernah dibahas sebelumnya dalam kajian di Masjid Nur Ala Nur.

Alhasil, kajian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan jamaah dan masyarakat umum tentang kitab Bulughul Maram, terutama terkait soal dalil-dalil hukum fikih. Selain itu, Andri menyebut, kajian pada Senin malam bukan hanya kajian rutin yang digelar di Masjid Nur Ala Nur. ''Ada Rabu malam dan Kamis malam, dengan tema masing-masing. Berbeda dengan Senin malam, kajian Rabu malam dan Kamis malam sudah lama rutin dilakukan. Alhamdulillah, antusiasme jamaahnya juga lumayan tinggi,'' kata Andri.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement