Senin 06 Feb 2017 19:19 WIB

Muhammadiyah: Sertifikasi Khatib Membuat Umat Islam Merasa Dicurigai

Rep: Andrian Saputra/ Red: Teguh Firmansyah
Khatib atau penceramah memberikan tausiyah. (ilustrasi)
Foto: Antara/Irwansyah Putra
Khatib atau penceramah memberikan tausiyah. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, SOLO --- Pengurus Daerah Muhammadiyah Surakarta tak sepakat dengan wacana sertifikasi dan standardisasi bagi dai dan khatib jumat. Ketua PD Muhammadiyah Surakarta, Subari mengatakan wacana sertifikasi dan standardisasi pada dai dan khotib telah membuat umat Islam merasa dicurigai.

"Dengan ini umat Muslim merasa dicurigai, kenapa hanya umat Muslim, kenapa yang lain tidak disertifikasi, kenapa hanya khotib jumát, kenapa tempat ibadah yang lain tidak dilakukan hal serupa," kata Subari pada Senin (6/2).

Menurutnya sertifikasi juga menyulitkan dai dan khotib dalam melakukan dakwah yang berujung pada kerugian bagi umat Islam. Bagi dai atau khatib yang tak bersertifikat tak dapat berceramah atau berkhutbah.

Dia pun berharap pemerintah mengkaji kembali rencana untuk melakukan sertifikasi dan standarisasi pada khotib. Subari menyarankan, pemerintah lebih baik melakukan pembinaan dan kaderisasi khotib.

Sebab, jelas dia, masih terdapat sejumlah masjid yang kesulitan mencari khatib untuk pelaksanaan sholat jum'at. "Realitanya masih ada masjid yang susah mencari khotib, ada satu kalau dia pergi susah, dan ini belum disertifikasi. Kami menyarankan lebih kepada pembinaan," tuturnya.

Baca juga, Menag: Sertifikasi Khatib Dibutuhkan.

Wacana sertifikasi dan standardisasi terhadap khatib dikemukakan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, menyusul adanya keluhan masyarakat yang mendapati khutbah mengandung ejekan-ejekan terhadap kelompok lain serta provokasi. Hal itu dikhawatirkan memecah belah persatuan dan kesatuan.

Menurut Subari kekhawatiran Menag dapat diantisipasi dengan koordinasi baik antara jamaah, pengurus masjid dan pemerintah. Jika masjid tersebut merupakan masjid organisasi atau yayasan, jamaah dapat melaporkan khatib yang menyampaikan khutbah mengandung provokasi kepada pengurus atau organisasi di masjid tersebut.

Begitupun, jika masjid merupakan milik daerah dapat melaporkannya kepada Kementerian Agama di masing-masing daerah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement