Kamis 02 Feb 2017 10:48 WIB

Menangis, Menghardik Ulama, dan Bukti Percakapan 10.16

Ketua MUI Ma'ruf Amin hadir menjadi saksi pada persidangan kedelapan perkara dugaan penistaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok di di Gedung Kementerian Pertanian (Kementan), Jakarta, Selasa (31/1).
Foto:
Ahok ketika diwawancarai reporter Al Jazeerah.

Pada titik ini pembuktian soal 10:16 jadi amat vital. Sebab, ini menyangkut tudingan hukum serius pada seorang simbol ulama tertinggi NU, Ma'ruf Amin, dan seorang presiden keenam, SBY.

Pada posisi ini, tudingan yang yang berkekuatan hukum sudah tak bisa diselesaikan dengan sekadar mengunggah video permintaan maaf. Melainkan bukti sahih yang menunjukkan adanya percakapan di waktu 10 titik 16 yang disebut kubu Ahok.

Bukti percakapan 10:16 tentu tak ada di media mana pun. Bukti percakapan dengan waktu yang detail itu hanya bisa didapat lewat rekaman suara yang membuktikan ada percakapan dua arah dengan isi yang sudah ditudingkan oleh kuasa hukum Ahok. Yakni SBY di satu sisi dan kiai Ma'ruf di sisi lain terkait order fatwa.

Mari kita buktikan nanti percakapan 10:16 itu. Jika bukti percakapan dua arah pada 10:16 itu ada, maka kita bisa bertanya dengan cara apa memperolehnya? Apakah sadapan? Siapa pula yang menyadap jika itu berbentuk rekaman pembicaraan?

Namun, kalau tak ada bukti sahih yang menunjukkan percakapan pada 10:16 itu maka konsekuensi pencemaran nama baik sudah menanti.

Sambil kita semua menanti bukti, saya teringat dengan sebuah lagu dari seorang ibu untuk menenangkan anaknya yang menangis. "Habis nangis ketawa makan gula jawa."

Ya, habis nangis memang lebih baik tertawa. Jangan justru habis menangis, memaki kalau ujungnya harus meminta maaf.

Chill out bro....

 

*Sammy Abdullah, Jurnalis Republika

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement