Selasa 24 Jan 2017 10:32 WIB
Kemenag Kumpulkan Pimpinan PTKI

Bahas Radikalisme dan Intoleransi, Nur Syam: Kita tak Lagi Main Wacana

Rep: Fuji Eka Permana/ Red: Agus Yulianto
Sekjen Kemenag Nur Syam
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Sekjen Kemenag Nur Syam

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Islam yang rahmatan lil alamin, terbuka, damai, dan toleran harus dihadirkan kembali. Sikap ini jangan sampai dikalahkan oleh  intoleran. Kementerian Agama pun mengumpulkan para pimpinan Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) untuk membahas masalah radikalisme dan intoleransi.

Sekjen Kemenag Nur Syam meminta, para pimpinan PTKIN untuk ambil bagian secara lebih progressif dalam mengatasi problem keberagaman, utamanya terkait fenomena radikalisme dan intoleransi. "Kita tidak lagi bermain wacana, tetapi harus ada aksi dan gerakan kontra atas gerakan-gerakan radikalisme," katanya saat memberikan pengarahan pada Focus Group Discussion (FGD) yang digelar Direktorat Pendidikan Tinggi Islam Ditjen Pendidikan Islam, kemarin.

Guru Besar UIN Sunan Ampel ini berharap, civitas akademika PTKIN memiliki awareness terhadap munculnya gerakan-gerakan yang bisa mengancam harmonisasi kebangsaan. Beberapa hal yang bisa dilakukan dalam gerakan deradikalisasi atau deekstrimisme ini, menurut Nur Syam, adalah dengan membangun struktur yang massif untuk melakukan pemetaan, pengkajian, simuasi-simulasi, dan penanggulangan radikalisme.

Menurut dia, mahasiswa dan dosen dapat menjadi agen deteksi dini adanya kelompok radikal. "Jangan sampai kita kalah dengan medsos dalam merespon gerakan radikal," katanya.

Hal lain, menurut Nur Syam, membangun jejaring dengan lembaga-lembaga yang otoritatif pada penanganan radikalisme, seperti BIN, BNPT dan PPATK. Civitas Akademika PTKIN juga dituntut dapat terlibat aktif dalam Cyber War, untuk melawan media sosial yang anti pada NKRI dan Pancasila.

Melalui FGD ini, Dirjen Pendidikan Islam Kamarudin Amin meminta, para Rektor PTKIN dapat memberikan dan merumuskan solusi, baik jangka pendek, menengah, dan panjang terhadap sejumlah issu kontemporer di Indonesia, utamanya terkait fenomena intoleransi dan radikalisme. "Nilai-nilai moderasi di kalangan PTKI mungkin sudah bagus dan sudah dijalankan, tetapi kita belum melakukan kapitalisasi terhadap Islam moderat secara fokus dan terstruktur," tandasnya.

sumber : kemenag.go.id
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement