Senin 23 Jan 2017 20:50 WIB

'Kampoeng Kurma' Upaya Membangkitkan Perekonomian Umat Islam

Rep: mgrol86/ Red: Agus Yulianto
 Kampoeng Kurma Jonggol
Foto: dok.Istimewa
Kampoeng Kurma Jonggol

REPUBLIKA.CO.ID,  Kurma, kini tak hanya monopoli masyarakat Arab Saudi. Namun saat ini, masyarakat di daerah Jonggol, Kabupaten Bogor pun bisa berkebun kurma. Adalah Kampoeng Kurma, sebuah terobosan baru yang cukup besar dalam budidaya tanaman kurma di Tanah Air.

Terobosan itu dalam upaya membangkitkan perekonomian umat Islam. Jika banyak yang mengatakan pohon sawit adalah primadona dalam bidang industri, ternyata pohon kurma pun memiliki nilai ekonomi yang lebih tinggi dan usianya 90-100 tahun. Tentu, pohon kurma ini, bisa diwariskan ke anak cucu.

Risky Irawan, Co-Founder Kampung Kurma menjelaskan, pada awalnya, dirinya prihatin melihat lahan di Indonesia yang begitu banyak tapi tidak produktif. Banyak faktor yang menyebabkan, lahan menjadi tak produktif.

"Kemungkinan karena kurangnya ilmu dari pemilik lahan, ataupun koefisien lahannya hanya sebesar 10-20 persen. Karena itu developer tidak berminat untuk memanfaatkan lahan tersebut," ujar Risky, saat ditemui Republika.co.id, Senin (23/1).

Melihat fenomena banyaknya lahan yang tak dimanfaatkan, Risky pun melakukan penelitian selama tujuh tahun. Dari penelitiannya itu diketahui, bahwa pohon kurma bisa tumbuh di Indonesia dalam usia lima tahun.

"Ini lebih cepat dibandingkan di Timur Tengah yang bisa berbuah dalam usia 10 tahun. Jelas, ini sesuai dengan yang tersurat dalam Alquran dan hadis bahwa pohon kurma adalah pohon ajaib dan abadi. Alhasil, kami tuangkan ide tersebut dalam lahan perkebunan Kampoeng Kurma ini," ujarnya.

Satu pohon kurma umumnya bisa menghasilkan 100 kg hingga 200 kg buah kurma dalam sekali panen. Namun, ada juga pohon yang 500 kg hingga 600 kg. Sementara harga rata-rata per kilo kurma paling murah Rp 100 ribu sampai Rp 200 ribu.

"Misalnya, jika harga Rp 100 ribu X 200 kg = Rp 20 juta. Itu hanya dari panen satu pohon. Tentu  nilai ekonominya lebih tinggi dari buah biasa," ujar Risky.

Pohon kurma pun tidak rumit dalam perawatannya. Meski dibiarkan saja, masih tetap berbuah, apalagi jika dirawat. Dikatakan Risky, setiap bagian kurma dari akar sampai pelepahnya pun bisa dimanfaatkan. "Ternyata Islam ini punya pohon yang luar biasa, terlepas dari zaitun, tin dan lain-lain. Jadi dari hasil penelitian kami, kurma ini bisa jadi salah satu penyokong perekonomian umat. Sayangnya, tentang kurma ini masih jarang yang tahu. Untuk itu, kami membangun lahan perkebunan yang isinya hanya boleh dimiliki oleh umat Islam saja," ucapnya.

Risky menjelaskan, perkebunan kurma ini bukan hanya memiliki nilai ekonomi untuk pemilik kebun saja, tapi juga bisa membangun perekonomian masyarakat sekitar. "Ketika umat Muslim sudah diedukasi lebih lanjut, mereka bisa mengolah sendiri atau berkerja sama dengan kami dengan memberdayakan masyarakat sekitar yang sudah terdidik dan terlatih. Tentu ini akan membuka lapangan yang sangat besar," ujarnya.

Bayangkan kalau umat Muslim tahu sampai dengan dimasa yang akan datang punya potensi yang sedemikian rupa, apakah umat muslim akan di cap sebagai umat yang miskin, lemah, terus perekonomiannya buruk? Gampang ditindas? "Kami pikir dengan salah satu upaya demikian ini, bisa membuat umat Muslim mempunyai salah satu perekonomian yang betul-betul real di sektor real jangan sampai kita menjadi tamu di negara sendiri. Mengingat pekerja asing sudah banyak datang ke Indonesia," tuturnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement