Sabtu 21 Jan 2017 20:36 WIB

Puluhan Kiai di Jatim Diskusi Soal Ekonomi dan Pendidikan

Rep: Binti Solikah/ Red: Agus Yulianto
Pendidikan di pondok pesantren (ponpes)
Foto: Damanhuri/Republika
Pendidikan di pondok pesantren (ponpes)

REPUBLIKA.CO.ID, MOJOKERTO -- Puluhan kiai dari berbagai pondok pesantren di Jawa Timur berkumpul membicarakan isu terkait ekonomi dan pendidikan pesantren di Pondok Pesantren Riyadlul Jannah, Pacet, Mojokerto, Sabtu (21/1). Diskusi dalam wadah Forum Peduli Bangsa (FPB) tersebut, bertajuk "Peran Habaib, Ulama dan Para Profesional Dalam Penguatan Sinergi Ahlus Sunah Wal Jamaah Menuju Kedaulatan Bangsa".

Pertemuan tersebut dimulai pada pukul 13.00 WIB. Hingga pukul 14.00 WIB tercatat sebanyak 168 tamu undangan yang hadir dalam forum tersebut. Selain para kiai, tamu-tamu yang hadir merupakan tokoh masyarakat maupun cendikiawan.

Sejumlah tokoh yang hadir antara lain, pemimpin Ponpes Tebuireng Jombang KH Sholahudin Wahid (Gus Solah), Rois Aam PBNU KH Ma'ruf Amin, dan mantan anggota DPR RI Marzuki Ali.

Juru bicara FPB, Imam Suprayugo, mengatakan, pertemuan para kiai tersebut diselenggarakan secara rutin sekitar dua bulan sekali. Isu-isu yang dibahas para kiai biasanya seputar penguatan berbagai aspek seperti ekonomi, sosial, pendidikan dan lainnya.

Kegiatan ini, kata dia, adalah kegiatan rutin para kiai, pengasuh pesantren dari berbagai tempat itu biasa sesungguhnya berkumpul-kumpul di sini dan sifatnya tidak formal. Ala pesantren. Yang dibahas hal-hal yang hidup di tengah-tengah pesantren. "Misalnya, hari ini, membicarakan bagaimana menumbuhkan ekonomi umat lewat pesantren, kewirausahaan dan juga pendidikan," kata mantan Rektor UIN Malang sebelum acara pertemuan kiai.

Menurutnya, tema kewirausahaan yang menjadi pembahasan utama karena dianggap dan diakui oleh pengasuh pesantren di berbagai daerah jika pesantren termasuk salah satu yang berhasil untuk mengembangkan kewirausahaan. Keberhasilan tersebut di antaranya diukur dari pajak yang dibayar pesantren kepada pemerintah setiap bulan tidak kurang dari Rp 600 juta - Rp 700 juta. Artinya, setiap tahun pesantren memberikan kontribusi pajak antara Rp 5 miliar - Rp 6 miliar.

Ia ingin mengubah pola pikir masyarakat yang selama ini menganggap pesantren membutuhkan bantuan. Nyatanya, justru pesantren memberikan kontribusi kepada masyarakat dan negara.

Ia juga menekankan, pembicaraan para kiai mengenai kewirausahaan bukan sekadar wacana. Sebab, sejumlah pesantren telah menerapkan kewirausahaan di lingkungan pesantren. Misalnya, Pesantren Riyadlul Jannah yang memiliki bisnis kuliner berupa puluhan rumah makan yang tersebar di Jatim, serta pesantren lain yang memiliki usaha di bidang pertanian, peternakan maupun perikanan. Seperti salah satu pesantren yang memasok barang-barang untuk dijual di salah satu supermarket di Surabaya.

"Jadi pesantren sudah mampu memasuki ekonomi modern dengan memasok misailnya hasil-hasil pertanian di lembaga-lembaga ekonomi," ujarnya.

Di samping itu, pesantren juga menggerakkan para petani sekitar untuk usaha di bidang pertanian. Pesantren mengajak para petani untuk mememuhi kebutuhan ikan, sayur, dan lain-lain di supermarket tersebut. "Untuk kedaulatan dan kemandirian di bidang ekonomi kita mulai dari pesantren," tegasnya.

Isu kedua yang dibahas yakni terkait pendidikan di pesantren. Ia menjelaskan, di pesantren mengembangkan pendidikan secara utuh. Pendidikan dimulai dari kegiatan-kegiatan sehari-hari seperti, para santri dibiasakan untuk bangun pagi salat subuh berjemaah.

Selain itu, diajarkan bagaimana para santri bisa komunikatif kepada kiai, interaksi santri dengan para tamu. Sehingga, para santri terbiasa menerima dan melayani tamu dari berbagai daerah. Meski demikian, pendidikan tidak meninggalkan kitab kuning dan tradisi pesantren yang lainnya.

 

"Dan alhamdulillah walaupun dalam skala kecil tapi yang dilakukan pesantren sudah mengundang perhatian berbagai kampus seperti Universitas Brawijaya datang kesini mengajak kerjasama bagaimana mengatasi lapangan kerja yang semakin langka, juga kampus lain seperti ITS, Universitas Veteran, Unair, dan UIN," ungkapnya.

Sekjen Majelis Permusyawaratan Pengasuh Pesantren Indonesia (MP3I), Shofiyullah Muzammil, menambahkan, biasanya para kiai pembicaraannya menyangkut tentang pendidikan secara keseluruhan. Tetapi sebagai seorang kiai, maka arahnya bagaimana agar bangsa Indonesia menjadi lebih damai dan tenang.

"Pesantren adalah tonggak dari NKRI dengan pendekatan dengan umat, arahnya pendidikan dan ekonomi, mendidik moral dan etika. Pesantren bisa memberikan masukan kepada pemerintah bagaimana memperbaiki pendidikan di Indonesia," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement