Selasa 17 Jan 2017 04:32 WIB

Ummu Ri'lah Al-Qusyairiyah Perjuangkan Hak Muslimah

Muslimah dan Alquran
Foto: islampeace
Muslimah dan Alquran

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pada zaman Rasulullah SAW hiduplah seorang Muslimah yang pemberani. Ia juga dikenal sebagai seorang Muslimah yang memiliki loyalitas yang tinggi terhadap keluarga Nabi Muhammad SAW. Wanita mulia yang dikenal dengan sebutan  Ummu Ri'lah al-Qusyairiyah itu juga turut memperjuangkan hak-hak kaum perempuan agar memiliki peran yang sama dengan kaum Adam dalam beribadah dan meraih kemuliaan di hadapan Allah SWT.

Kisah Ummu Ri'lah tercatat dalam sebuah hadis dari Ibnu Abbas yang diriwayatkan oleh al-Mustaghfiri dan Abu Musa melalui jalan (sanad) yang berbeda satu sama lain, namun bertemu pada sanad terakhirnya, Abdullah bin Abas. Hadis itu mengisahkan seorang wanita yang sangat diplomatis, yakni Ummu Ri'lah.

Suatu hari, Ummu Ri'lah datang menghadap Nabi Muhammad SAW, lalu berkata, ''Assalamu'alaikum wahai Rasulullah. Kami para wanita , selalu tertutup di balik tirai rumah, tempat sarung-sarung suami, mendidik anak-anak, sementara kami tak memiliki tempat bersama para tentara.''

Ummu Ri'lah kemudian melanjutkan perkataannya, ''Maka ajarilah kami sesuatu yang dengannya kami bisa mendekatkan diri kepada Allah.'' Rasulullah SAW pun menjawab, ''Berzikirlah kalian (para wanita) sepanjang siang dan malam, tahanlah pandangan dan kecilkan suara.''

Wanita pemberani itu lalu bertanya, ''Wahai Rasulullah, saya seorang penghias, selalu menghiasi para istri untuk suami mereka. Apakah itu adalah perbuatan dosa , sehingga saya harus menghentikannya?'' Nabi Muhammad SAW menjawab, ''Wahai Ummu Ri'lah, buatlah mereka bersolek dan hiasilah para perempuan juga jika belum mendapat jodoh.''

Keberanian seorang Ummu Ri'lah untuk memperjuangkan hak-hak kaum wanita agar memiliki  derajat amal yang sama dengan kamu pria yang berjihad di jalan Allah di hadapan Allah SWT sungguh terbilang fenomenal. Ia merasa peran wanita yang sebatas hanya di rumah kurang pas. Ummu Ri'lah menyayangkan tidak diikutsertakannya wanita dalam perang di jalan Allah SWT yang pahalanya begitu besar.

Dengan diplomatis, ia pun lantas bertanya kepada Rasulullah SAW, tentang peran apa yang harus dilakukan perempuan agar memiliki kedudukan yang sama dengan kaum Adam  di  hadapan sang Khalik. Muhammad Ibrahim Salim dalam bukunya Perempuan-perempuan Mulia di Sekitar Rasulullah SAW, menuturkan, upaya Ummu Ri'lah itu mampu menjelaskan ajaran Islam yang menempatkan wanita sesuai kodratnya.

''Islam menempatkan kedudukan Muslimah yang senantiasa berzikir sepanjang hari, menahan pandangannya (dari hal-hal yang diharamkan) dan merendahkan suaranya, dengan kaum lelaki yang berperang di jalan Allah SWT,'' papar Ibrahim Salim mengutip hadis Rasulullah SAW.

Ummu Ri'lah sempat menghilang selama hidup Rasullah SAW dan baru terlihat kembali ke madinah setelah Nabi SAW wafat, pada masa munculnya orang-orang murtad. ''Dia merasakan kesedihan yang teramat dalam atas wafatnya Nabi Muhammad SAW,'' tutur Ibrahim Salim.

Ummu Ri'lah lalu membawa Hasan dan Husein cucu Rasulullah SAW mengelilingi lorong-lorong kota Madinah sembari menangi dan melantunkan sebuah syair: ''Wahai rumah Fatimah yang halamannya selalu damai. Sekarang rumah tersebut membangkitkan kesedihanku – setelah sekian lama – saya hidup di rumah tersebut.''  Sejak itu, rumah-rumah di setiap sudut kota Madinah larut dalam tangis dan duka.

Menurut Ibrahim Salim, Ummu Ri'lah bukan hanya seorang Muslimah yang pemberani, lebih dari itu ia juga seorang figur yang memiliki loyalitas tinggi terhadap keluarga Nabi Muhammad SAW. Keberaniannya untuk bertanya kepada Rasulullah tentang hak perempuan untuk mendapat kemuliaan yang sama dengan kaum pria yang berjihad di jalan Allah merupakan bukti kecerdasan dan kemuliaan Ummu Ri'lah.

''Tipe Muslimah seperti ini hendaknya diteladani oleh kaumnya,'' papar Ibrahim Salim. Setiap kisah perempuan-perempuan mulia di sekitar Rasulullah SAW memberikan sebuah pelajaran berharga bagi para Muslimah di era modern ini. Yang dituntut Ummu Ri'lah bukanlah kesetaraan untuk sama dengan kaum pria secara kodrat, tetapi kesetaraan untuk beribadah dan meraih pahala dan kemuliaan di hadapan Allah SWT.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement