Selasa 17 Jan 2017 04:16 WIB

Di Madinah, Rasulullah Jadikan Perdagangan Sektor Unggulan

Rep: Heri Ruslan/ Red: Agung Sasongko
 Seorang penjual penjual pempek tengah melayani pembeli (ilustrasi).
Foto: Antara/Feny Selly
Seorang penjual penjual pempek tengah melayani pembeli (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Perdagangan atau aktivitas jual-beli telah dikenal umat manusia sejak dahulu kala. Ajaran Islam secara tegas telah menghalalkan aktivitas jual-beli atau perdagangan dan mengharamkan riba.  Bahkan, sebelum diangkat Allh SWT menjadi Rasul, Nabi Muhammad SAW adalah seorang pedagang yang jujur .

Dalam Ensiklopedi Muhammad: Muhammad Sebagai Pedagang karya Afzalur Rahman diungkapkan, selepas wafatnya Abdullah Bin Abdul Muttalib dan Siti Aminah, Nabi SAW diasuh oleh Abdul Muthtalib salah seorang pedagang Arab yang sangat terkenal dan sukses. Selepas sang kakek wafat, Muhammad lalu tinggal bersama Abu Thalib yang juga seorang pedagang.

Kegiatan perdagangan suku Quraisy sangat teratur dalam melakukan perjalanannya. Pada musim panas mereka melakukan perjalanan ke utara, sedangkan musim dinginan ke arah selatan. Tradisi ekspedisi perdagangan suku itu diabadikan dalam Alquran surat Quraisy ayat 1-2: “Karena kebiasaan oran-orang Quraisy, yaitu kebiasaan mereka bepergian pada musim dingin dan panas”.

Sejak Muhammad kecil, Abu Thalib sudah mengajaknya untuk ikut berdagang ke negeri Syam (Suriah). Bahkan menginjak usia remaja sampai dewasa, bakat dagangnya semakin mengkilap. Ia pun dipercaya oleh seorang saudagar wanita yang kaya raya bernama Siti Khadijah. Pamor Muhammad sebagai seorang pedagang begitu masyhur, berkat kejujurannya.

Kepiawaiannya dalam berdagang ditambah dengan keuletan dan kejujurannya menjadikan Muhammad seorang pedagang sukses.  Siti Khadijah pun terpesona dengan akhlak dan kejujuran Muhammad dalam menjajakan dagangannya itu. Akhirnya Siti Khadijah menjadikan Nabi Muhammad saw. Sebagai pasangan hidupnya.

Setelah menikah dengan Siti Khadijah perekonomian Nabi Muhammad saw. Mengalami peningkatan. Walaupun ekonominya sudah mapan , tetapi tidak menjadikannya menumpuk kekayaan. Kekayaan yang ia miliki bersama istrinya dipakai untuk membangun masyarakat Muslim.

Tindakan itu diikuti oleh sahabat Nabi, terutama setelah berhijrah. Ketika membentuk pemerintahan di Madinah, Rasulullah SAW menjadikan sektor pedagangan sebagai unggulan. Tak heran, jika  penduduk Madinah bisa hidup tentram dan sejahtera dari hasil perdagangan yang baik dan jujur.

Dalam Alquran tercatat ada sejumlah ayat tentang jual-beli. Ayat-ayat itu antara lain: ''Hai orang-orang yang beriman, belanjakanlah (di jalan Allah) sebagian dari rezeki yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang hari yang pada hari itu tidak ada lagi jual beli dan tidak ada lagi syafa'at. Dan orang-orang kafir itulah orang-orang yang zalim. (QS:al-Baqarah ayat 254).

''... padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba,'' (QS; Al-Baqarah ayat 275).  Pada surat at-Taubah ayat 111 juga tercantum kata jual beli, ''Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mu'min diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Alquran. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar.''

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement