Senin 16 Jan 2017 13:40 WIB

Gus Mus: Ada Gejala Mau Merusak Indonesia

Rep: Syahruddin El-Fikri/ Red: Agus Yulianto
KH MaemunZubair, KH Mustofa Bisri atau Gus Mus, Menag Lukman Hakim Saifuddin, Romahuruziy dan KH Karis Shodaqoh tampak pada upacara tasyakuran khataman Kitab Tafsir Al-Ibriz di Pondok Pesantren Al-Itqon, Bugen, Tlogosari, Semarang.
Foto: dok.Istimewa
KH MaemunZubair, KH Mustofa Bisri atau Gus Mus, Menag Lukman Hakim Saifuddin, Romahuruziy dan KH Karis Shodaqoh tampak pada upacara tasyakuran khataman Kitab Tafsir Al-Ibriz di Pondok Pesantren Al-Itqon, Bugen, Tlogosari, Semarang.

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG – Upacara tasyakuran khataman Kitab Tafsir Al-Ibriz karangan KH Bisri Mustofa di halaman Pondok Pesantren Al-Itqpn, Bugen, Tlogosari, Semarang berlangsung sangat meriah. Kemeriahan itu ditandai hadirnya puluhan ribu orang dari berbagai penjuru daerah di Indonesia.

Puluhan aggota DPR RI, DPRD Jateng, Ketua Umum MUI Jateng Dr KH Ahmad Darodji MSi, Kepala Kanwil Kemenag Farchani juga turut hadir. Tokoh-tokoh yang menyampaikan tausiyah sangat lengkap. Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, KH Mustofa Bisri atau Gus Mus, KH Maemun Zubair, dan Ketua Umum DPP PPP Mohammad Romahurmuziy. Hanya KH Mohammad Zamzami dari Lirboyo Kediri yang dijadwalkan menyampaikan tausiyah berhalangan hadir.

Tak satu pun jamaah pengajian yang beranjak dari tempat duduknya sejak pukul 06.00 WIB hingga pukul 13.00 WIB. Mereka duduk berlesehan ala kadarnya beralaskan tikar dan kertas koran yang mereka bawa sendiri dari rumah. Di akhir khataman, mereka menikmati hidangan nasi kebuli yang dihidangkan menggunakan Loyang bundar. Setiap loyang disantap oleh lima hingga enam orang yang duduk lingkar mengelilingi loyang tersebut.

Dalam tausiyahnya Menag Lukman Hakim Saifuddin, KH Mustofa Bisri, KH Maemun Zubair maupun Romahurmziy atau Romy mengingatkan pentingnya menjaga pluralitas atau keanekaraman dan perbedaan di Indonesia. "Hati-hati ada gejala mau merusak rumah sendiri. Rumah itu bernama Indonesia mau dirusak oleh penghuni rumah sendiri. Jangan nggih," kata Gus Mus, panggilan akrab KH Mustofa Bisri, pengasuh pondok pesantren Raudlatut Thalibien, Leteh, Rembang.

Kiai yang budayawan itu sempat bergurau perihal panggilan Gus kepada dirinya. Menurut Gus Mus, di kalangan komunitas santri, panggilan Gus biasanya diberikan kepada putra kiai yang secara keilmuan belum pantas disebut kiai. "Saya bertanya kepada wartawan, apa saya belum pantas disebut kiai, kok kalian menulis saya Gus Mus bukan KH Mustofa Bisri," katanya sambil tertawa.

Sementara Menag Lukman mengingatkan, pentingnya menjaga kebinekaan di Indonesia. "Sekarang muncul gejala untuk memecah belah persatuan dan kesatuan NKRI," katanya.

Dia menyebut, ada kiai yang datang ke suatu daerah ditolak karena alasan tertentu. Demikian pula ada kelompok tertentu yang dihadang tidak boleh beraktivitas karena perbedaan tertentu. "Kalau ini dibiarkan, sangat berbahaya," katanya.

Dia mengajak bangsa Indonesia berkaca kepada kehancuran Uni Sovyet, Yugoslavia, Chekoslovakia dan lain-lain. Ketiganya merupakan negara adikuasa dan adidaya. Tetapi sekarang sudah berkeping-keping tidak ada bekasnya karena tidak mampu merawat dan menjaga persatuan kesatuan dan kebersamaan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement