Senin 14 Nov 2016 08:02 WIB

Masjidnya Dirusak, Umat Islam Kanada Undang Publik Berdialog

Rep: Hasanul Rizqa/ Red: Indira Rezkisari
Serina Hammoud membantu Eliza Stewart (12) mencoba hijab dalam Open House di masjid di Ranchlands, Ahad (13/11). Acara yang digagas Islamic Association of Northwest Calgary bertujuan membina hubungan ebih akrab antara jamaah dengan komunitas sekitar.
Foto: Calgary Herald
Serina Hammoud membantu Eliza Stewart (12) mencoba hijab dalam Open House di masjid di Ranchlands, Ahad (13/11). Acara yang digagas Islamic Association of Northwest Calgary bertujuan membina hubungan ebih akrab antara jamaah dengan komunitas sekitar.

REPUBLIKA.CO.ID, CALGARY – Umat Islam di Calgary, Kanada, menggelar dialog bersama di pelataran Masjid Ranchlands, Ahad (13/11). Dialog bertema “Rumah Kami Adalah Rumah Kalian” itu bertujuan mempererat solidaritas antara masyarakat umum dan jamaah masjid tersebut.

“Kami ingin agar siapapun merasa diterima di sini. Agar mereka datang dan merasakan sendiri serta memahami lebih dekat lagi Islam dan siapa sesungguhnya kaum Muslim. Kami ingin membuka dialog,” kata direktur dewan masjid Calgary, Mansour Shouman, seperti dikutip Global News, Ahad (13/11).

Pertemuan digelar dalam suasana hangat. Sejumlah relawan menyambut para tamu. Sajian yang mewakili cita rasa belasan negara juga terhidang di atas meja. Puluhan peserta terlibat aktif.

Sebagai informasi, pada Oktober lalu Masjid Ranchlands dan Masjid Queenslands dirusak pihak tak bertanggung jawab. Dindingnya dicorat-coret oleh pelaku vandalisme.

 

Salah satu peserta diskusi, Mike Shonfield, menyesalkan aksi intoleran itu. Karenanya, dia ingin mendengar langsung bagaimana pemahaman Islam mengenai kekerasan. Untuk itu, Mike telah berkendara dari Woodbine, selatan Calgary, untuk ikut acara ini.

“Tentu kita semua merasa sedih. Namun, kita tidak yakin aksi ini (vandalisme) mewakili unsur masyarakat yang berbeda (non-Muslim) di Calgary. Kita terus berupaya agar kesan damai tetap terjaga,” jelas Mike.

Bukan hanya soal vandalisme. Peserta dialog juga mendiskusikan pendapatnya terkait identitas Islam, semisal hijab. Mike Kosmak menceritakan pengalamannya berinteraksi dengan teman-temannya yang mengenakan hijab.

“Saya senang sekali. Saya mendengar dari mereka yang mengenakannya bahwa mereka merasa nyaman dengan hijab. Mereka merasa tidak mengalami diskriminasi. Saya bicara dengan perempuan muda, dan ia merasa hijab itu adalah pilihan. Dan mereka tak memakainya di rumah,” ujar Kosmak.

Acara berlangsung lancar. Para tamu, termasuk non-Muslim berterima kasih akan kesempatan diskusi ini.

“Orang-orangnya sangat ramah. Sayang sekali, segelintir oknum merusak citra mereka (orang Islam). Tapi saya kira, hal itu juga terjadi di agama manapun,” tukas Shonfield, peserta lainnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement