Rabu 19 Oct 2016 05:01 WIB

MUI Bubar, Negara Terancam Anarki!

Ketum MUI Ma'ruf Amin memberikan keterangan kepada wartawan seusai menggelar konferensi pers tentang penistaan agama oleh Gubernur DKI Jakarta, Jakarta, 13/10).
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Ketum MUI Ma'ruf Amin memberikan keterangan kepada wartawan seusai menggelar konferensi pers tentang penistaan agama oleh Gubernur DKI Jakarta, Jakarta, 13/10).

Dalam beberapa hari ini muncul ‘serangan’ terhadap lembaga Majelis Ulama Indonesia (MUI). Banyak yang menyatakan tindakan ini adalah upaya perlawanan akibat MUI mengeluarkan fatwa bahwa Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) telah menghina Alquran surat Al Maidah 51 dan ulama.

Serangan terhadap MUI itu tersebar di dunia maya. Salah satunya ada dalam petisi ‘Presiden Joko Widodo: Bubarkan MUI’ yang beredar di change.org. Petisi ini kini sudah ditandatangi 10.284 orang pada 18/10, pukul 21.13 WIB.

Pengamat sosial Fachry Ali mengatakan tuntutan pembubaran MUI berbahaya. Sebab, bila sampai terwujud maka hanya akan membawa malapetaka bagi bangsa Indonesia.

Berikut wawancara Republika.co.id (R) dengan Fachry Ali (FA).

R:  Bagaimana anda melihat peran ulama dalam kancah kebangsaan Indonesia?

F:  Sebenarnya peran ulama dalam kancah politik itu memerankan sikap seorang begawan. Mereka turun tangan ketika situasi negara di dalam situasi krisis. Di mana dalam kondisi ini lorong penyelesaian masalah seperti tidak ditemukan lagi.

Pada kondisi ini berbagai kekuatan politik terlibat dalam situasi saling mengunci. Berbagai kekuatan politik ini tak dapat lagi menjaga jarak serta terperangkap di dalam permainan semua yang mereka buat sendiri.

Maka pada saat itu ulama turun tangan, dalam artian bukan dalam mengambil kekuasaan. Tapi mengambil ‘jalan moral’ untuk menunjukkan jalan bagi para pemangku kepentingan yang sudah gelap mata itu. Tujuannya biar cahaya terang yang berada di ujung ‘lorong keruwetan’ bisa terlihat secara jelas.

Jadi ulama memang harus menunjukan bahwa hidup itu punya tujuan. Bukan hanya sekedar melayani pertarungan-pertarungan kepentingan profan yang selama ini terjadi. Ulama menunjukan cara itu melalui referensi yang diyakininya dengan menunjukan bahwa mereka tak punya kepentingan apa-apa.

R: Bagaimana anda melihat peran MUI selama ini?

F: MUI itu penjaga moral (the moral guardian) dan menjaga sikap keberagamaan yang diyakini benar. Dan sikap ini tak bisa dibeli dengan apa pun. Ini karena pendapat (fatwa) mereka dikeluarkan berdasarkan keyakinan yang sifatnya imaterial.

Nah, bila sekarang ada soal tafsir Alquran surat Al Maidah 51, maka konteksnya karena MUI adalah ahlinya maka sikapnya yang tepat adalah menyerahkan pendapat kepadanya. Bila MUI berpendapat maka itu pasti berdasarkan keyakinan mereka atas teks-teks tersebut.

Nah, saya melihat dalam soal ini MUI tak berpolitik dan tak bersikap macam-macam. Sikap ini dibuktikan pun telah dibuktikan dengan tidak adanya anggota MUI yang kini masuk dalam politik praktis atau politik kekuasaan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement