REPUBLIKA.CO.ID, SOFIA -- Parlemen Bulgaria telah menerima hukum baru yang melarang perempuan menggunakan cadar, Jumat (30/9). Artinya, Bulgaria telah bergabung dengan Prancis, Belgia dan sejumlah negara Eropa lain yang melarang ekspresi beragama.
UU tersebut didorong oleh koalisi nasionalis Patriotic Front yang dipimpin oleh Krasimir Karakachanov. Ia mengatakan niqab atau cadar berhubungan dengan keamanan dan membawa kekhawatiran terkait aksi terorisme Islam.
"Burqa lebih seperti seragam daripada simbol keagamaan," kata Karakachanov dilansir Daily Mail. Larangan ini berlaku untuk semua pihak, baik penduduk lokal maupun mereka yang masuk Bulgaria sementara.
UU meminta cadar tidak dipakai di institusi pusat dan lokal, sekolah, institusi budaya dan tempat umum seperti sarana rekreasi, komunikasi dan olah raga. Pemakaian caar hanya diizinkan untuk alasan kesehatan, keperluan profesional, acara budaya dan olahraga.
UU baru ini kemungkinan berimbas pada 580 ribu minoritas Muslim di Bulgaria. Mereka menempati sekitar delapan persen dari populasi, menurut sensus nasional tahun 2011.
Anggota parlemen dari partai GERB, Krasimir Velchev mengatakan UU tersebut tidak secara langsung menyerang komunitas religius. Menurutnya UU juga tidak represif. "Kami membuat UU yang sangat bagus untuk keamanan anak-anak kita," kata dia.
UU ditentang oleh Gerakan Hak dan Kebebasan yang merupakan partai ketiga terbesar di parlemen. Partai melakukan protes dengan keluar ruangan parlemen.
Dibawah UU tersebut, setiap pelanggar akan didenda 770 euro dan diberi penangguhan keuntungan sosial. Bulgaria bukan negara pertama yang menerapkan larangan cadar karena alasan keamanan.
Sebelumnya, Prancis dan Belgia telah menerapkannya sejak 2011. Mei 2-15, Belanda juga meloloskan UU yang melarang cadar. Sejumlah wilayah di Swiss pun merangnya, seperti Ticino.
Ikuti Whatsapp Channel Republika
