Sabtu 27 Aug 2016 21:29 WIB

Sikap Din Syamsuddin Soal Materi Bahaya Rokok dan Full Day School

Rep: Neni Ridarineni/ Red: Nasih Nasrullah
Din Syamsuddin
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Din Syamsuddin

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA – Mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Din Syamsuddin sepakat bila bahaya rokok dimasukkan dalam materi pelajaran di sekolah dasar (SD dan SMP).

Din mengatakan seyogianya hal itu menjadi materi atau konten dari proses belajar mengajar, karena   penanaman  nilai-nilai pada pendidikan dsar itu itu akan lebih efektif dibanding bila sudah dewasa.

“Karena rokok itu hal yang negatif, apalagi bagi anak,” katanya kepada wartawan usai memberikan ceramah  umum dengan tema “Menumbuhkan Kecendekiawanan dan Membangun Inovasi Gerakan Kaum Muda Berkemajuan” pada acara Muktamar Nasyiatul Aisyiyah di Sportorium Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Sabtu (27/8).   

Lebih lanjut Din menegaskan jika bangsa Indonesia mau maju ke depan,   harus banyak belajar dan banyak waktu untuk pendidikan nilai.

Din berpendapat, pendidikan nilai tersebut di Indonesia sekarang terlalu longgar. Lemahnya watak bangsa karena pendidikan nasional belum mengambil bentuk atau kurang berorientasi pada pendidikan nilai, melainkan banyak pengajaran.

“Pendidikan nilai ini penting yang berorientasi pada penanaman nilai-nilai, karakter dan watak,” katanya. Dalam konteks revolusi mental dan pendidikan karakter bangsa harus ditekankan pendidikan nilai, imbuhnya.   

Terkait gagasan full day school, Din menyarankan perlu pertimbangan dan persiapan yang matang. Tidak boleh langsung secara umum, melainkan perlu penyiapan infrastruktur, sarana, prasarana , guru dan ini akan berhubungan dengan anggaran .

Mungkin pendidikan di kalangan tertentu yang sudah bagus setelah pulang sekolah ada TPA, diniyah dan sebagainya yang sebetulnya sudah menerapkan fullday school yang dimaksud, tapi tidak diselenggarakan oleh pemerintah.  ‘’Karena itu pesan saya jangan apriori menolak dan menerima, melainkan mari dibahas bersama,’’ kata dia.

Din menangkap niat baik Menteri Pendidikan dan Budaya  yang dimaksud sebagai full day itu maksudnya menambah alokasi waktu 2-3 jam setelah pelajaran di sekolah untuk pendidikan watak Hal itu patut untuk dipertimbangkan. “Jangan apriori menolak dulu, melainkan dipelajari dulu kenaikan dan keburukannya,’’jelas dia.

Menurut dia, kalau full day itu didramatisir. Sesesungguhnya pendekatan belajar secara intensif pada kondisi ini sudah banyak dilakukan oleh beberapa lembaga pendidikan dan berhasil serta bermanfaat.

Seperti halnya  di lingkungan umat Islam, baik Muhammadiyah maupun non Muhammadiyah. ‘’Apalagi jika dikaitkan pesantren,  saya dulu belajar 24 jam  yakni full and night school,’’ tutur alumni Ponpes Gontor Ponorogo ini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement