Kamis 25 Aug 2016 19:14 WIB

Ada Sekolah Formal dan Pesantren di Minhajur Rosyidin

Rep: Retno Wulandhari/ Red: Achmad Syalaby
Pimpinan Pondok Pesantren Minhaajur Rosyidin Foundation Muh Asy'ari Akbar (kiri) memberikan penjelasan saat bersilaturahim ke kantor harian Republika di Jakarta, Kamis (25/8).
Foto: Republika/ Musiron
Pimpinan Pondok Pesantren Minhaajur Rosyidin Foundation Muh Asy'ari Akbar (kiri) memberikan penjelasan saat bersilaturahim ke kantor harian Republika di Jakarta, Kamis (25/8).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Pondok Pesantren Minhaajur Rosyidin memperkenalkan pendidikan diniyah formal yang menggabungkan sekolah formal dan sistem pendidikan pesantren. Minhaajur Rosyidin baru saja mendapatkan SK resmi PDF dari Kementrian Agama. 

Direktur Pondok Pesantren Minhaajur Rosyidin Muhammad Asy'ari Akbar mengatakan saat ini pesantren yang dikelola merupakan satu-satunya dan pertama di Jakarta yang menggabungkan dua sistem pendidikan formal dan pesantren. "Pesantren kami menjadi percontohan bagi pesantren lain di wilayah Jakarta dan diperkenalkan kepada perwakilan pesantren dari 34 provinsi," jelas dia di Kantor Republika, Jakarta, Kamis (25/8).

Pondok Pesantren Minhaajur Rosyidin mendapatkan dua sertifikat PDF untuk Wustho atau setingkat SMP dan Ulya setingkat SMA. Tahun depan pihaknya menargetkan ponpes Minhaajur Rosyidin bisa membangun Ma'had Ali atau setingkat perguruan tinggi.Tahun ini jumlah santri yang menempuh pendidikan di ponpes tersebut sebanyak 950 orang. 40 orang diantaranya berasal dari luar negeri diantaranya Malaysia, Kamboja, Vietnam, Singapura dan Suriname. 

Asy'ari mengatakan saat ini lahan yang dimiliki ponpes telah mencapai 10 hektare. Rencananya lima hektare lahan yang masih kosong akan dibangun perguruan tinggi. Seluruh sekolah dari TK, Ula, Wustho, Ulya dan Ma'had Ali nantinya akan berada dalam kompleks pendidikan di daerah Lubang Buaya, Jakarta Timur. 

 

Percontohan sekolah berbasis pesantren ini diharapkan dapat menarik minat orang tua agar menyekolahkan anak-anaknya di ponpes tersebut. Ini pun untuk menghapus kesan bahwa pesantren kumuh dan tak percaya dalam mendidik secara formal. 

Sekolah formal berbasis pesantren ini tetap mempertahankan ciri khas pesantren dengan pendidikan formal 20 persen. "Kitab kuning, hadis, fikih, Alquran dan bahasa arab tetap menjadi materi utama dalam sekolah berbasis pesantren hanya saja ada tambahan mata pelajaran umum seperti kewarganegaraan, IPA, IPS, bahasa Indonesia," jelas dia. 

Seperti ponpes pada umumnya, mereka menginap di asrama. Dalam sepekan, empat hari untuk materi pondok pesantren dan dua hari untuk materi sekolah umum. Pesantren yang berdiri sejak tahun 1995 ini telah meluluskan santri yang mampu untuk berdakwah di masyarakat. "Biasanya setelah lulus mereka langsung terjun ke masyarakat, karena target kami adalah mencetak ulama-ulama muda, baik santri yang berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri," jelas dia. 

Humas Ponpes Minhaajur Rosyidin Tuti Aselina mengataka banyak kegiatan yang dilakukan oleh santri mereka. Kegiatan-kegiatan ini berbasis life skill. "Selain belajar dalam pendidikan formal, mereka juga belajar life skill seperti berkebun dan perbengkalan, kami juga berharap ada sinergi dengan Republika untuk mengajarkan literasi media," jelas dia. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement