Rabu 01 Jun 2016 03:37 WIB

Pepiat Dukung Hukuman Kebiri bagi 'Predator Anak'

Rep: Ahmad Islamy Jamil/ Red: Agung Sasongko
 Ilustrasi hukuman kebiri
Foto: Ilustrasi : Nabiila Lubay
Ilustrasi hukuman kebiri

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1/2016 tentang Perlindungan Anak yang ditandatangani Presiden Joko Widodo, belum lama ini, salah satunya mengatur soal hukuman kebiri bagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak. Persatuan Pelajar Islam Asia Tenggara (Pepiat) menilai hukuman tersebut sudah tepat diterapkan di Indonesia. 

"Kami mengapresiasi langkah cepat dan tepat Presiden Jokowi yang telah menambahkan klausul kebiri kimia bagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak. Kami punya harapan besar hukuman ini bisa memberi efek jera bagi pelaku," ujar Presiden Pepiat Puji Hartoyo lewat keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id, Selasa (31/5).

Ia berpendapat, kejahatan seksual terhadap anak yang kian marak di Indonesia belakangan ini sudah sampai di tahap mengkhawatirkan. Bahkan, berdasarkan temuan terbaru sejauh ini, ada pula aksi kejahatan seksual anak yang disertai dengan pembunuhan terhadap korbannya. Oleh karena itu, kata Puji, penerbitan Perppu 1/2016 oleh pemerintah dapat menjadi jawaban atas fenomena yang meresahkan tersebut. 

"Negara ini sedang dalam status darurat kejahatan seksual. Hampir setiap saat masyarakat disuguhkan pemberitaan tentang anak-anak yang menjadi korban kejahatan tersebut," ucapnya.

 

Pemerintah pada Rabu (25/5) lalu menerbitkan Perppu Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Perppu itu memperberat sanksi bagi pelaku kejahatan seksual, yakni hukuman mati, penjara seumur hidup, maksimal 20 tahun penjara dan minimal 10 tahun penjara.

Perppu tersebut juga mengatur tiga sanksi tambahan, yaitu kebiri kimiawi, pengumuman identitas pelaku ke publik, serta pemasangan alat deteksi elektronik. "Mereka yang kontra terhadap kehadiran Perppu ini harusnya menyadari bahwa hukuman yang berlaku sebelumnya masih terlalu ringan sehingga belum mampu meberikan efek jera bagi para pelaku," kata Puji yang juga mantan Ketua Umum Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) periode 2013-2015.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement